Selasa, 27 Agustus 2013

Satu Jumat di Bumi Pancasila

Hari ini saya diajak oleh seorang kawan, entah kemana tujuannya, “pokoknya ikut” katanya.. Saya menurut saja, tetapi ketika menjelang siang tiba, saya minta dicarikan tempat shalat jumat, dan mampirlah disuatu tempat orang-orang berkumpul untuk mendirikan sholat jumat.. Tempat itu tak berbentuk masjid, ia hanya sebuah bangunan lapang bersemen, dengan dinding-dinding yang setengah terbuka. Wudhu di air pancuran kecil dari mata air, dan mengalir ke kolam besar yang jernih pula. Disampingnya pula ada kolam penuh ikan, ada tanaman herbal, kebun kecil sayur-sayuran. Selepas sholat, saya duduk sebentar bedialog dengan beberapa orang yang masih duduk ditempat itu. Setiap pagi tempat itu dimanfaatkan untuk mengadakan pelatihan keterampilan, perpustakaan, dan pengasuhan balita, paud dan taman bermain. Siang hari tempat itu untuk kaum remaja yang ingin berdiskusi atau membahas sesuatu atau mendiskusikan berbagai persoalan kebangsaan. Senja hari, tempat itu dijadikan pusat sarana olahraga dan kesenian. Malam hari, dijadikan tempat musyawarah kampung, hajatan, bahkan kawinan. Dimalam penat, tempat ini juga dipergunakan untuk menampung para tunawisma, dan tetamu yang mampir kedesa itu. Sholat fardhu tetap terselenggara berjamaah dengan pasti dan tepat waktu. Dan pada saat terjadi sesuatu, tempat itulah untuk penampungan korban bencana, menjadi dapur umum, bahkan juga untuk menerima tamu-tamu kehormatan dari kota dan kecamatan. ( sayuran, herbal dan ikan kolam itu, dapat dinikmati bagi siapapun jua yang berkenan). “Hari minggu, tempat ini, biasanya untuk kebhaktian bagi yang nasrani” kata seorang “ di hari-hari tertentu, tempat ini juga tempat meditasi dari aliran kepercayaan” tambahnya.. “ Hari tententu juga tempat sembahyang agama hindu atau budha” timpal yang lainnya.. “ Dikolam itu, pada malam hari, banyak juga yang kum-kum dan meditasi disini” kata seseorang yang lebih tua.. Lho bagaimana pengaturannya?, Tanya saya.. “Kita alami saja, saling menghargai, saling menghormati, saling membantu.. Persoalan penyelenggaraan kan tinggal ganti spanduk latar dan menambah property sesuai dengan kebutuhan masing-masing” Didesa ini, tak pernah memercik perkelahian antar kampung. Tak pernah meledak tawuran pelajar. Tak ada kedengkian antar pemimpin agama. Tidak ada penyerobotan tanah oleh para cukong, baik yang pribumi maupun mata sipit. Tidak ada keangkuhan para bangsawan. Tidak ada gertaksambal oknum militr. Tidak ada polisi yang sok jago. Tidak ada juga orang kota yang simpan istrimuda. Tidak ada pegawai negeri yang sok mapan. Tidak ada poligami. Tidak ada cerai hidup. Pokoknya Pancasila! Desa ini memang indah, pegunungan yang gagah, ngarai yang cantik, dan lembah yang dipenuhi buah-buahan.. Semua tumbuh karena cinta, kasih sayang dan citarasa damai yang disumbangkan oleh setiap orang, ketaqwaan oleh setiap pepohann, dzikir burung-burung, doa-doa oleh setiap helai dedaunan yang menadah ke Sang Pencipta.. Tanah jawi, 01 februari 2013

Tidak ada komentar: