Selasa, 26 Mei 2009

Chamber of Indonesian Royal

Oleh Shri Lalu Gde Pharmanegara Parman


Sedemikian banyak pertanyaan diajukan kepada saya, atau mungkin juga kita semua; untuk apakah kerajaan dan kesultanan yang sudah punah itu dibangkitkan kembali, untuk apakah kedatuan dan keraton dihidupkan lagi. Adakah kita hendak kembali kea lam feodalisme, ataukah kita sedang kehilangan jatidiri, ataukah juga kita coba tenggelam dalam pertanyaan tentang asal (?) Benarkah kita tengah diamuk krisis identitas akut diantara percepatan zaman yang melesat tak terkendali.
Tapi, benar juga, jika ada orang – orang yang ingin bertanya; mengapa Indonesia hari ini lebih mundur tinimbang zaman Kerajaan Srivijaya, karena dizaman itu pusat bisnis asia tenggara sepenuhnya dikuasai olehnya. Bahkan kekuatan dagangnya, melintas jauh kedaratan asia lainnya. Mengapa pula Indonesia hari ini, lebih minder tinimbang di zaman Majapahit, yang sanggup menciptakan bahasa jawa sebagai bahasa diplomasi internasional, atau mengapa kekuatan maritime di zaman kesultanan Gowa lebih tangguh ketimbang dinegeri ini hari ini.
Ada apakah yang dimasa itu (?) padahal dimasa itu teknologi tiadalah semaju sekarang, belum ada satelit, komputerisasi, internet, telepon selelur, pesawat terbang dan lintas batas interpersonal lainnya. Dizaman itu, tiada teori social yang secanggih hari ini..

Banyak sekali pertanyaan pertanyaan kritis yang butuh jawaban, atas kondisi Indonesia hari ini;
• Dari bangsa penyantun bagi bangsa – bangsa lain di asia menjadi bangsa yang sangat – sangat perlu disantuni.
• Dari bangsa yang sangat konfident menjadi bangsa yang minder, malu-malu dan tersipu-sipu.
• Dari bangsa yang jaya dilaut menjadi bangsa yang kebobolan melulu; illegal fishing, penyusupan kapal selam dlsb.
• Dari bangsa yang sangat kuat persatuannya, menjadi bangsa yang terpecah- pecah. Dari bangsa yang sangat tahu jatidirinya, menjadi bangsa importer jatidiri, sehingga untuk menemukan dirinya sendiri dibutuhkan konsultan asing.
• Dari bangsa yang eksportir hortikulutra dan hasilbumi, menjadi importer besar yang dieja negara-negara kecil dipelosok dunia.
• Dari bangsa yang bermartabat menjadi bangsa yang penuh dengan tandatanya.

Siapakah yang dapat menjawab perbandingan perbandingan yang sangat menyolok ini, ditengah zaman yang terus melesat ke masa depan.
Tentu, kita tidak ingin kembali ke zaman kerajaan, atau ke era kesultanan. Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI) sebagai sebuah konsep sudah sangat sangat bagus. Sebuah kecerdasan kolektif yang terindah bagi negeri ini, Sebuah anugrah yang tida terkira nilainya. Namun, dapatkah kita semua mengambil pelajaran terbaik dari pengalaman – pengalaman masa lalu. Dunia yang mungkin bukan hitamputih, kehidupan yang bukan seperti operasabun atau sinetron picisan.
Dunia yang lebih bercahaya, karena setiap waktunya adalah rangkaian pembelajaran yang tiada terputus satun bait dengan bait lainnya. Rangkaian waktu yang selalu memiliki makna yang dalam, detail dan berproyeksi ke masa depan.

Kerajaan, Kesultanan, Kedatuan, Keraton dan apapun yang seistilah dengan itu, adalah Taman Surga Pembelajaran yang diciptakan Tuhan untuk kita semua. Disanalah tersimpan rahasia sejarah yang selama ini kita cari, pengetahuan tradisi yang sangat dalam, khasanah keilmuan yang sangat berarti, dan alamat kemuliaan yang kini hilang.
Disanalah pula, kita dapat mengais saripati makna dari rindu akan kejayaan, arguemntasi pentingya persatuan, dan bangun dari karakter kebangsaan. Disetiap kerajaan tersimpan pustaka yang sangat penting bagi kembalinya arus pengetahuan dari negeri timur. Menuntaskan kembali cita-cita dari yang tertunda dari para pencinta negeri ini, atau sekedar membuktikan bahwa ternyata kita adalah bersaudara, dan tiada pantas untuk terpecah belah.

Mandat pembelajaran inilah, yang dapat kita gunakan sebagai spirit dari perjuangan kebangsaan, energi kesatuan sebagai sebuah bangsa, dan kemartabatan yang binar dihadapan bangsa – bangsa asing.
Kita tidak boleh lagi, menjadi bangsa yang minder, rendadiri dan tergagap dihadapan diplomasi intenasinal. Kita juga tidak akan tertipu oleh bentuk wadag dari peradaban, sekaligus daripadanya memiliki imunitas cultural dari serangan mereka yang dilahirkan sebagai bangsa yang bingung dan sesat jalan.

Tiadalah pantas bagi kita, untuk menjadi bangsa yang diremehkan. Bangsa yang sekedar dijadika pasar dan bulan-bulanan dari negara asing, apapun nama negara itu. Kita tidak pantas menjadi boneka siapapun juga, dari dari kitalah lidah yang berdaya itu bersendikan dzikir dilatih oleh susastra. Dan dari kitalah wajah yang berseri menyambut setiap pagi sebagai cahaya yang berdaya bagi kemanusiaan. Kitalah yang ditakdirkan untuk menjadi pemimpin bangsa – bangsa lain didunia, karena akhlak, budi, pemahaman pada rahasia, dan kearifan yang seluas samudra.

Pada kerajaan, kesultanan, kedatuan, keraton dan atau apapun namanya, kita belajar, satu demi satu, mengeja huruf demi huruf..
Pastikan kejayaan itu kembali, pada masa yang gilang gemilang di masa depan..
Yakinlah, sejarah akan berulang dan formatnya yang lebih indah untuk kita dan masa depan Bangsa Indonesia.

Jakarta, 24 mei 2009

Selasa, 19 Mei 2009

Dewan Peradaban Nasional

Rapat Harian Pengurus Pusat Dewan Peradaban Nasional, senin, 18 mei 2009, memutuskan untuk segera melaksanakan program SKENARIO PERADABAN NASIONAL yang akan diselenggarakan diseluruh kecamatan se indonesia, untuk membangun bangsa yang lebih selaras peradaban bangsa. Disamping itu, DPN akan segera menyelenggarakan Asian Cultural Summit (ACS) di asia tenggara. Pilihan lokasinya, adalah Malaysia, Brunei dan Indonesia.

Komitmen Film Indonesia

untuk memperjuangkan dan mengembangkan potensi perfilman daerah se indonesia, Sultan Saladin, Lalu Pharmanegara bersama kawan-kawan mendirikan KOMITMEN FILM INDONESIA yang berkantor pusat di Sentul Bogor..
Untuk lauching pertama, KFI akan memperjuangkan;

1. Adanya pelatihan, pendidikan dan kursus - kursus perfilman bagi pejabat daerah dan instansi terkait ditingkat daerah, sebagai pembekalan untuk menguatkan kreatifitas daerah;

2. Adanya fasilitasi produksi Film Daerah yang dapat mengangkat potensi, gagasan dan folklore daerah sebagai sumberdaya perfilman nasional;

3. Menciptakan management aktor dan kru film yang memiliki daya soliditas yang tinggi insan perfilman indonesia, untuk membentuk karakter film indonesia yang berjiwa pancasila;

4. Menfasilitasi penyelenggaraan festival-festival film, ditingkat daerah, sebagai sentrum perfilman yang berbasis rakyat dan identitas manusia indonesia;

5. Menerbitkan jurnal dan majalah film, yang menjadi media informasi dan komunikasi perfilman indonesia yang sebagai filter budaya dari infiltrasi budaya asing, neoliberalisme, hedonisme, patriotime import. Jurnal yang akan dinamakan MaFIa ( majalah film indonesia) merupakan wahana seluruh masyarakat film indonesia untuk mengembalikna film dalam jatidiri bangsa.

KFI, akan trus bekerja bagi rakyat dan masyarakat indonesia yang lebih berperadaban..