Selasa, 27 Agustus 2013

Guru Rindu Sejati

Tiadakah kita sadari, bahwa hidup adalah pencarian yang terus menerus bekerja dikedalaman, menjadi patisari dari setiapdenyutnadi, setiap aliran darah, setiap lapis demi lapis kuit ari kita, setiap bungkus demi bungkus nurani kita. Dewi Anjani, menyimpannya dalam cupumanik demi generasi terbaik yang akan lahir di bumi pusat peradaban dunia. Cupumanik adalah metafora dari sifat asali manusia. Hanoman dan kera-kera putih rinjani yang melapangkan jalan menuju pencerahan dipuncaknya yang tertinggi. Cawan dari segala kebajikan atas amanah kekhalifahan di hamparan bumi. Delapan ruas sang cawan kemuliaan, adalah “daya sarwa buthesu” - belas kasih kepada sekalian makhluk, “ksatim” - suka memaafkan dalam rindangnya kesabaran, “anasunyah” - tiadalah mudah kecewa dan menyesal,” saucam” - suci jiwa dan raganya, “anayasah” – selalu menjaga kerendah-hatian atau menggunakan tenaga yang berlebihan, “manggalam” – selalu merawat itikad nan penuh kebajikan dan maslahat, “akarpanyah” – tiada pernah merasa nestapa, miskin dalam jiwa, rautmuka maupun sikap hidupnya yang budi bersemai tumbuh mekar mewangi, “asperabah” – tiada nafsu yang berlebih-lebih pada kenikmatan yang sementara didunia belaka. Kera-kera putih mengisyaratkan agar kita tak terlena pada penampakan di mata belaka, menggali kedalaman makna jauh di substansi yang bercahaya. Cupumanik Astaghina, yang menjadi damba setiap jiwa yang terpilih menjadi Rinjani sebagai pegunungan segala rindu, amsal dari segala pencapaian ruhani yang agung, menuju arsy illahi Robbi. Putri Mandalika, menyimpan segala makna cinta, mengajarkan arti yang terdalam dari kesungguhan penyatuan diri, cinta, keindahan dan pengorbanan. Cinta bagi mandalika adalah kijang-kijang emas yang dirindukannya. Ia adalah persemaian budi yang kini melekat dijiwa –jiwa perbangsa, di rat sasak yang abadi, di pemban kesejatian yang hakiki. Bagai Sang Surya, setiap jiwa hendaklah memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan untuk mengembangkan daya hidup rakyat demi membangun bangsa. Itulah Matahari dari setiap takik-taki k peradaban insani. Bagai Candra, setiap jiwa memancarkan sinar rembulan ditengah kegelapan malam. Setiap jiwa hendaklah mampu memberi semangat kepada rakyat ditengah suka dan duka. Bagai bintang –bintang, bersinar kemilauan ditempat yang tinggi hingga menjadi pedoman arah. Setiap jiwa hendaklah menjadi suri tauludan dalam akalbudi dan pustaka. Menjadi titian bagi kecerdasan yang menjawab segala pertanyaan, melapangkan segala kesempitan, mengobati segala luka, memuliakan segala yang nista. Membangun segala yang runtuh. Bagai Angkasa, Dirgantara yang luas tak berbatas. Setiap jiwa hendaklah mampu menampung apa saja yang datang padanya. Setiap jiwa adalah ketulusan bathin dan kemampuannya mengenalikan diri dalam berbagai aspirasi, ekspresi dan beragamnya karakter insani. Bagai Maruta, angin yang selalu jujur pada ruang dan waktu. Setiap jiwa adalah haruslah bagian tak terpisahkan dari degub nadi penderitaan saudaranya. Tiadalah beda setiap wadag bagi cinta yang agung. Adakah setiap jiwamu menyimpan cinta bagi kemanusiaan, bagi mereka yang kalah, tersingkirakan, tersisih, dan nestapa. Adakah tanganmu menjadi selendang yang menyeka airmata menjadi sumringah senyum bahagia ? Bagai Samudra, Setiap jiwa hendaklah selalu menawarkan kasih sayang yang luas membiru. Kasih sayang yang merupakan tetes kasih sayang Illahi Robbi, Tuhan Penguasa Alam semesta. Bagai Dahana, api yang membakar segala ketersesatan. Setiap jiwa hendaklah berani menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Pantang mundur pada tantangan zaman. Menghunus keris melawan kebodohan, dan mengepal tangan melawan penindasan, walau dilakukan oleh beribu-ribu kekuatan sekalipun jua. Dan bagai bhumi, setiap jiwa hendaklah rendah hati, memberi manfat pada siapapun yang berharap padanya. Memberi buah yang ranum pada setiap kerja-kerja yang nyata pada nafas kehidupan. Tiadalah bhumi akan mengecewakan hatimu, bila engkau jujur padanya. Tiadalah bencana kan tiba bila tiada maksud Tuhan yang bersirat indah dalam setiap getarnya. Bhumi dalam jiwamu adalah bentuk terbesar dari bumi yang ada di kaki kita semua. Karena bhumi dalam jiwa, adalah roh illahi yang ditiupkan lewat Ruh Adam, dan cahaya, bagi mereka yang merindu, adalah cahaya binar dari keindahan akhlaq dan kepemimpinan Rasullullah SAW dan para nabi-nabi. Duhai pangeran perkasa, pada hasta-bratha itulah kesejatian dirimu, kata putri Mandalika kepada pelamar – pelamarnya yang datang denganraut wajah penuh pura-pura. “Jangan engkau datang karena rayumu penuh luka, wajahmu penuh bopeng ketidakpedulian, tanganmu bersaksi dari niatmu merampas harta rakyat, mulutmu penuh dengan kosakata yang nista, gagahmu hanyalah baying-bayang dari nadirnya keimanan” Hamba inginkan kijang-kijang emas itu sebagai perlambang cinta yang agung, kaki kaki keimanannya adalah daya lompat untuk pulang menuju kesejatian, dan biota laut yang kupersembahkan padamu, sebagai tanda penyatuan seluruh energy semesta alam dan kehidupan. Hasta-bratha dalam jiwamu, dalam sikap lakumu, dalam pikiran dan kecerdasanmu, dalam cita-citamu. Dewi Anjani mengajarkan kita pencapaian illahi dari sikap laku yang indah namun mencapai puncak-puncak pegunungan segala rindu. Putri Mandalika mengajarkan kita pada kesemestaan cinta yang agung, pengorbanan yang tulus, dan keduanya mengajarkan kemauan kita untuk menyatu diri dalam firman-firman-NYA. Maka lahirlah cupu manic, cawan ketinggian budi, bagi siapa saja, yang menempatkan firman –firman Allah SWT, menjadi diri dalam diri-nya sendiri. Membayar tunai pertanyaan; siapakah hamba, dimanakah hamba, mengapakah hamba, bagaimanakah hamba dan hendak kemanakah hamba (?) Biota laut itu hanyalah sebagai permisalan atas kemauan kita luruh dalam alam, menjadi tak terpisah dari denyut harmoni yang selaras budi, memelihara diri sebagai kekhalifahan kita semua. Disini, di tempat yang orang-orang yang sadar akan pentingya kemauan untuk merubah diri menjadi lebih baik, itikad bulat untuk mengenal diri sendiri. Inilah tanah bagi kaum mengalami pencerahan, ini tanah lapang bagi yang hijrah, di darul muhajirin. Hamparan makna, yang bertawar padamu, bilakah engkau petik setangkai saja, agar ruangbathinmu semerbak mewangi. Disinilah dua pandangan menyatu, menatap rinjani sebagai ketinggian budipekerti dan kesungguhan dalam ibadah yang tulus dan penuh kebeserah-dirian. Disinilahn pula, kita bisa menatap samudra hindia, lautan luas yang mengantar kelapangan jiwa, tawaran pada pencerahan yang sempurna. Itulah guru rindu yang sejati, adalah ketika jiwamu yang senafas dengan cupu manic astaghina, dan dirimu adalah wujud raya dari Hasta-bratha adalah bekal yang titipkan oleh alam semesta pada jiwa yang berkenan menggapainya. Karena itu, terimalah kebenaran Al Qur’anul Karim, sebagai Guru Rindu Sejati. Yang bekerja indah pada akalbudimu, pada setiap hela nafasmu. Bertanyalah pada dirimu sendiri, dimananah rindumu yang sejati (?) Siapakah Tuhan Yang menciptakan seluruh hidupmu. Bertanyalah dalam kesetianmu pada manik Deside Allah SWT. Dalam Kitabsuci yang menjadi darah dan nadimu. Bertanyalah, dalam sunyimu, dalam kalbumu.. Padepokan gde pharne, 2013 shri lalu gde pharmanegara parman

Tidak ada komentar: