Selasa, 27 Agustus 2013

Karnaval sudah selesai

Event demi event, selesai sudah. Tiada pesta yang tidak selesai. Para Raja Sultan Ratu kembali pulang ke kediaman masing-masing. Ketika ada bertanya, apakah tanda yang pulang itu benar-benar Raja Sultan atau peserta karnaval yang selesai Pentas (?), maka seseorang lain menjawabnya Raja Sultan memiliki cirri-ciri khusus yakni: 1. Kemuliaan. Seorang Raja Sultan sejati pastilah selalu hidup dalam kemuliaan. Menghargai kehidupan secara baik dan jernih. 2. Tauladan. Seorang Raja Sultan sejati pastilah menjadi teladan bagi masyarakat. Ia pastilah bukan dari masyarakat yang tidak bernilai dimasyarakat-nya. 3. Spiritual. Seorang Raja Sultan adalah ahli ibadah; dzikir yang tiada terputus, kesucian ( wudhu) yang terjaga, sikap berbagi ( shadaqah) yang penuh kasih, shalat sunnah yang tertib. Dst 4. Pengabdian. Seorang Raja Sultan adalah pengabdi bagi kepentingan masyarakat-nya. Ia bukanlah bentuk egoistic yang mengalami “delusi grandbios” bukanlah sosok yang sibuk membanggakan diri sendiri. 5. Kesatria. Seorang Raja Sultan adalah kesatria sejati. Berani membela kebenaran dan kepentingan masyarakatnya. 6. Kepemimpinan. Seorang Raja Sultan adalah pemimpin yang sejati, tidak mementingkan diri sendiri, dan selalu bergerak maju demi memajukan masyarakat dan bansanya. 7. Berbudi Bahasa. Seorang Raja Sultan adalah fakta kesantunan yang nyata, pilihan kata yang lembut namun penuh makna. Diplomat yang ulung, dan kekuatan retorika yang menggelorakan semangat. Bila seseorang memenuhi kecirian substantive itu maka patutlah belia disebut sebagai Raja Sejati, raja sebenar-benarnya yang sejati. Sedangkan bila yang tidak memenuhi itu maka itulah RAJA ABAL-ABAL, Pembohong Besar dan Penipu masyarakat, kecuali memang itu hanya untuk menjadi Raja Ketoprak Humor, kepentingan pentas seni atau Dagelan lainnya. Hal ini dibedakan dengan pemimpin keraton, puri, puro atau nama lain yang dipersamakan dengan itu, sebagai penjaga, perawat, pelestari, dan pengelola. Sedangkah khusus untuk seorang Sultan, dalam kitab Al-Jami’-il al Qur’an ( imam Abu Abdullah Al Qurtubi), sebagai tafisir Surah annisa : 59. Seorang Sultan memiliki 7 ( tujuh) kewajiban sekaligus merupakan bagian yang melekat pada dirnya adalah: 1. Sultan mendorong dan menjabin adanya Penerbitan Uang Kerajaan yang jujur dan sesuai syariah Islamiyah, yakni Dinar Dirham ( atau istilah yang dipersamakan dengan itu). 2. Sultan menetapkan Berat dan Ukuran, sesuai dengan konteks dan kebutuhan masyarakatnya. 3. Sultan membuat kebijakan konstitusional , dan mengontrol putusan pengadilan agar selalu adil, arif dan hikmah bagi seluruh masyarakatnya, dalam Hukum Allah SWT. 4. Sultan mendorong dan menfasilitasi HAJI dalam rangka menjamin penyempurnaan rukun islam bagi seluruh warganya. 5. Sultan menjamin terselenggaranya shalat jumah, bagi seluruh masyarakatnya. Dalam hal ini Sultan wajib imam shalat jumat, khotbah dan menyebarkan khotbahnya untuk dibacakan pada seluruh masjid dan tempat penyelenggaraan shalat jumat di wilayahnya. 6. Sultan menetapkan dan menyelenggarakan perayaan 2 Hari Raya ( idul fitri & Idul Adha), yang tepat waktu, menciptkan kegembiraan yang hikmah dan bermakna. 7. Sultan menetapkan dan mendorong JIHAD bagi seluruh masyarakatnya dalam berbagai bentuk, manifestasi dan prioritasnya. Sultan sejati pastilah akan berusaha menjalankan amanahnya secara sebaik-baiknya, sesuai dengan tuntunan al Qur’an dan hidayah Allah SWT. Barang siapa yang mengaku Sultan namun jauh dari cirri-cir ini, maka patutlah disebut sebagai SULTAN GADUNGAN, atau Sultan Laknatullah. Beberapa Sultan yang kami ketahui sudah menjalankan ini ( sekaligus dalam upaya melakukan secara terus menerus) adalah Sultan Sepuh XIV Kasepuhan Cirebon, Sultan Ternate Mudafar Sjah, dan Sultan Melayu Bentan Kepulauan Riau. Beberapa Sultan dalam proses persiapan menuju itu. Semoga Allah memberikan hidayah, inayah dan maghfirahnya bagi seluruh Sultan di bumi ini. Insya Allah. Jakarta, Juli 2013

Tidak ada komentar: