Selasa, 27 Agustus 2013

Malam Penganugrahan Penghargaan Budaya, 2012

Piagam Citra Prestasi Budaya, 2012

Jujur dan Disiplin

Belajarlah untuk selalu mencoba JUJUR dan DISIPLIN.. karena kejujuran adalah bentuk penghargaan yang paling sederhana untuk diri sendiri, dan disiplin adalah bentuk penghargaan yang paling sederhana untuk orang lain.. Metarindu Office, 7 Juni 2013

Medan Kesadaran Idul Fitri

Karena Medan Kesadaran adalah pokok pepohonan dari segala rindu, disetiap rantingnya apel-apel kebahagiaan dari peluh kejujuran sukma, setiap pucuknya adalah harum kemuliaan dari dialog angin peradaban pada kesejatian, dan akarnya adalah ketulusan dalam tauhid yang membumi pada pengabdian. Duhai, Sang Pemilik taman nan indah di ngarai nurani, bukit megah di bangun dayabudi, singasana keagungan kesabaran insani, ijinkan kami menyampaikan salam doa dan terimakasih atas segala kebajikan pada kami selama ini, terbingkis Mohon Maaf Lahir dan Bathin. Selamat Idul fitri 1434 H shri lalu gde pharmanegara parman & keluarga

Awal Peradaban Besar

Peradaban besar berawal dari pencapaian kolektif kebajikan dan internalisasi falsafah perikehidupan.. Keduanya itu berawal dari kemauan untuk melayani kemanusiaan, dan kegigihan menembus batas-batas pengetahuan.. Keduanya itu berawal dari medan kesadaran dalam kemampuan pilihan bahasa dan kemaknaan ritual keseharian.. Dan keduanya, berawal dari senyuman, dan sinaran ketulusan.. sederhana bukan (?) maka mulailah.. Padepokan Gde Pharne, 4 April 2013

Bergerak Maju kedepan

Sudah saatnya kita bergerak maju kedepan. Jangan biarkan bangsa ini terus menerus diadu domba oleh kekuatan asing, yang hendak merampas sumberdaya alam kita, menjadikan kita sebagai pasar atas semua produk sampah-sampahnya. Menjadikan konstitusi kita sebagai kandang kelinci untuk ujicoba segala macam peraturan yang aneh-aneh.. Bangun, bangunlah bangsa dengan pikiran cemerlang, tangan terkepal, maju ke masa depan.. Salam.. Metarindu Office, 12 Mei 2013

Guru Sejati

Carilah kebenaran dengan cara yang benar.. Temukanlah kesejatian dalam bimbingan Guru Sejati.. Rindukanlah Zat yang Maha Rindu.. Padepokan Gde Pharne, 21 Mei 2013

Keberanian

Harus ada keberanian kita semua, untuk membongkar paradigma pembangunan sosial yang berkarakter neo-liberal, dan kembali pada transformasi sosial berazaskan Pancasila. Metarindu Office, 26 mei 2013

Kata

ber-KATA-lah dengan RASA.. me-RASA-lah dengan PERBUATAN.. BERBUAT-lah dengan PIKIRAN.. BERPIKIRLAH dengan KEYAKINAN.. Padepokan Gde Pharne, 27 Mei 2013

BANGSA KASIHAN, by Khalil Gibran

Kasihan bangsa yang memakai pakaian yang tidak ditenunnya, memakan roti dari gandum yang tidak dituainya dan meminum anggur yang tidak diperasnya Kasihan bangsa yang menjadikan orang bodoh menjadi pahlawan, dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah. Kasihan bangsa yang meremehkan nafsu dalam mimpi-mimpinya ketika tidur, sementara menyerah padanya ketika bangun. Kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara kecuali jika sedang berjalan di atas kuburan, tidak sesumbar kecuali di runtuhan, dan tidak memberontak kecuali ketika lehernya sudah berada di antara pedang dan landasan. Kasihan bangsa yang negarawannya serigala, falsafahnya karung nasi, dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru. Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan trompet kehormatan namun melepasnya dengan cacian, hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan trompet lagi. Kasihan bangsa yang orang sucinya dungu menghitung tahun-tahun berlalu dan orang kuatnya masih dalam gendongan. Kasihan bangsa yang berpecah-belah, dan masing-masing mengangap dirinya sebagai satu bangsa.

Ritual Kata

Aku mencarimu di ritual kata.. sayatan doa dan potongan mantra-mantra. inikah medan kesadaran yang kau ceritakan itu? memberikan sejuta pilihan rasa, diluar kamus yang kupunya.. Aku mencarimu di ritual kata.. remah-remah pengetahuan, data-data intelegensia dan rahasia ketuhanan. mengendap-ngendap dalam lorong panjang penuh relief penderitaan manusia.. Aku mencarimu di ritual kata.. dalam rindu yang tak pernah mampu dilukiskan oleh prosa.. jakarta, 03 juli 2013

Metarindu Perjalanan..

Ketika jalan tebing berdaki, kita belajar tentang harapan.. Ketika jalan berkelok menurun, kita belajar keberhati-hatian.. Ketika jalan lurus mendatar, kita belajar ketenangan.. Ketika jalan menemu dinding tebal, kita belajar tentang pemecahan masalah.. Ketika jalan menemu lubang berduri, kita belajar memahami kebersaman.. Metarindu office, 3 agustus 2013

Metarindu Idul Fitri

Kebeningan dikedalaman nurani.. Ketulusan dalam mengabdi.. Kebersahajaan dalam perilaku.. Kekhusukkan dalam ibadah.. Kesungguhan dalam bekerja.. Kesabaran dalam berjuang.. Keteguhan dalam kebenaran.. Itulah tanda Ramadhan sejati dalam sukma.. selalu kan terawat indah sepanjang masa.. dalam jiwamu, dalam jiwaku, dalam jiwa bangsa.. Selamat Idul Fitri 1434 H, Mohon maaf lahir bathin Taqaballahu minna minkum

Silaturahmi Raja

Apa ya salah, kalau para Raja Abal-abal, sultan gadungan dan Para Prabu facebooker berkumpul, bersilaturahmi (?) Raja-raja yang dibuat untuk kepentingan pariwisata, kepentingan politis, dan pencarian identitas diri itu semua, juga punya hak untuk berhimpun, dan mengadakan festival atas nama raja dan sultan nusantara. Itulah indahnya nusantara, semua pelestari budaya, garis keturunan atau bukan, bersilsilah atau menyerong kiri kanan, semuanya boleh menyatakan dirinya sebagai perwujudan raja atau sultan di era republik ini.. Ini kan ranah kebudayaan, bukan kekuasaan.. emblem-emblem bukanlah tanda penghargaan kenegaraan, tapi lebih pada upaya untuk melestarikan motiv daerah.. Jikapun lahir nama-nama kerajaan yang baru didengar, bahkan dari kawasan asalnya, adalah bagian dari proses kreatif yang berbasiskan akarbudaya, demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.. Realistis dan berkebajikan.. Jakarta, juli 2013

Raja dan Wahana Kejiwaan

Menjadi Raja Sultan, walaupun dianggap abal-abal atau gadungan, telah menjadi wahana psikologis bagi mereka yang merindu pelestarian adat budaya keraton. Mereka rela mengais bantuan apbd, memecahkan tabungan, dan mengorek kantongnya dalam-dalam, hanya demi sebuah pengharapan.eksistensi dan "jalan lain" menuju kebahagiaan. Merekalah pejuang sejati. yang berani terjun bebas, tanpa harus dibebani oleh pakem, aturan, tata-krama, anggah-ungguh yang sebiasanya berlaku di keraton. Hanya mereka yang mampu mereformasi keraton, menjadi lebih gaul, ngepop dan keren. Merekalah pelaku sejarah dan mencatatkan dirinya dalam sejarah baru nusantara. Resiko sudah jelas terpampang didepan mata, Pilihannya, Hidup penuh Kejayaan atau dianggap sinting dan gila. Tapi apalah makna hidup tanpa resiko itu (?) Perjuangan identitas Raja sultan hari ini, dengan sengaja atau tidak sengaja, telah membakar ilmu sejarah menjadi lebih matang dan dewasa untuk melihat dan menatap realitas dan peristiwa yang semakin penuh kejutan.. salam, selamat bersilaturahmi.. Jakarta, Juli 2013

Balada Rumah Waris

Kondisi sebagian keraton, kerajaan di Indonesia hari ini, Seibarat RUMAH plus pekarangan yang lama ditinggalkan oleh kadang warisnya, tidak berhirau sama sekali, tidak mau peduli sedikit pun jua, bahkan sebagian dan atau semuanya, mengingkari sebagai amanahnya, karena khawatir beban tanggungjawab yang demikian beratnya.. Setelah sekian lama usang dan tak terurus oleh pihak kadang waris, sebagian daripadanya, akhirnya diurus oleh negara, sebagian lain tak tertangani sama sekali. Sekian waktu berlalu, rumah itu kedatangan gelandangan, sekelompok orang iseng, seniman jalanan, pengamen atau para gali, yang merasa tertarik dengan rumah tersebut, mungkin karena kecintaannya, mungkin juga karena dijadikan sarangnya.. Rumah itu dirawatnya dengan baik, halaman yang penuh semak belukar di tatanya menjadi sebuah taman yang indah. Rumah itu kini indah, entah untuk kegiatan yang bersifat politik, bisnis atau bahkan tempat hiburan sahaja. Rumah itu menjadi meriah, warna-warni yang memukau mata. akta kepemilikannya sudah diurus di lembaga berwenang, karena memang sudah lama absente. Namun cahaya rumah itu hilang, tak lagi seperti dahulu kala, dimasa pemiliknya yang sejati, karena memang para gelandangan, orang iseng, seniman jalanan, pengamen, preman kampung dan para gali, tak pernah mau tahu itu secara detail, peradaban atau tetek bengek ilmu sejarah. Suatu hari, cicit dari waris rumah melintas dirumah itu, melihat betapa sekarang rumah itu sudah terawat dengan rapi dan indah. Pertanyaannya, pantaskah ia mengaku-ngaku sebagai pemilik sejati dari rumah itu (?) Beranikah ia menyatakan diri sebagai pewaris sejati bagi rumah yang telah buram cahayanya itu (?) Tidak sedihkah ia melihat sekitar kawasan rumah itu, menjadi penuh dengan kedzaliman dan kemaksiatan (?) Tidak risaukah ia, bahwa rumah itu menjadi sarang penyamun dan preman kampung (?) Tidak galaukah ia, melihat kawasan rumah itu menjadi hambar dan tanpa tuah (?) Mampukah ia menjadi pewaris sejati selayaknya kakek buyutnya dahulu, padahal ia sendiri berkecerdasan rendah, tak mampu bertutur kata santun bermakna, dan keyakinan agamanya pun labil tertiup angin (?) Jakarta, juli 2013

Paradigma JKKN

Dalam paradigma JKKN, kerajaan idaman adalah entitas pengabdian rakyat, meganyomi dan membimbingnya menuju pencerahan sejati. Fakta Integritasnya adalah kemampuan dari setiap Raja untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya bagi masyarakatnya di dan dari wilayahnya untuk menjadi manusia sebaik-baik manusia, insan sebaik-baik insan ( the best human). Mendorong setiap Raja melakukan tindakan yang penting bagi menjawab tantangan dan kebutuhan rakyat. JKKN mendorong terbangun kembali "daulat paduka" dalam bentuk yang lebih substansi, haqiqi dan berkemuliaan. Sebaik-baik manusia adalah sosok yang paling banyak amalnya, menggunakan seluruh dedikasinya untuk kemaslahatan dunia akhirat, dan membantu setiap orang per orang menuju pencerahan dan keselamatan yang sejati. salam Jakarta, Juli 2013

Karnaval sudah selesai

Event demi event, selesai sudah. Tiada pesta yang tidak selesai. Para Raja Sultan Ratu kembali pulang ke kediaman masing-masing. Ketika ada bertanya, apakah tanda yang pulang itu benar-benar Raja Sultan atau peserta karnaval yang selesai Pentas (?), maka seseorang lain menjawabnya Raja Sultan memiliki cirri-ciri khusus yakni: 1. Kemuliaan. Seorang Raja Sultan sejati pastilah selalu hidup dalam kemuliaan. Menghargai kehidupan secara baik dan jernih. 2. Tauladan. Seorang Raja Sultan sejati pastilah menjadi teladan bagi masyarakat. Ia pastilah bukan dari masyarakat yang tidak bernilai dimasyarakat-nya. 3. Spiritual. Seorang Raja Sultan adalah ahli ibadah; dzikir yang tiada terputus, kesucian ( wudhu) yang terjaga, sikap berbagi ( shadaqah) yang penuh kasih, shalat sunnah yang tertib. Dst 4. Pengabdian. Seorang Raja Sultan adalah pengabdi bagi kepentingan masyarakat-nya. Ia bukanlah bentuk egoistic yang mengalami “delusi grandbios” bukanlah sosok yang sibuk membanggakan diri sendiri. 5. Kesatria. Seorang Raja Sultan adalah kesatria sejati. Berani membela kebenaran dan kepentingan masyarakatnya. 6. Kepemimpinan. Seorang Raja Sultan adalah pemimpin yang sejati, tidak mementingkan diri sendiri, dan selalu bergerak maju demi memajukan masyarakat dan bansanya. 7. Berbudi Bahasa. Seorang Raja Sultan adalah fakta kesantunan yang nyata, pilihan kata yang lembut namun penuh makna. Diplomat yang ulung, dan kekuatan retorika yang menggelorakan semangat. Bila seseorang memenuhi kecirian substantive itu maka patutlah belia disebut sebagai Raja Sejati, raja sebenar-benarnya yang sejati. Sedangkan bila yang tidak memenuhi itu maka itulah RAJA ABAL-ABAL, Pembohong Besar dan Penipu masyarakat, kecuali memang itu hanya untuk menjadi Raja Ketoprak Humor, kepentingan pentas seni atau Dagelan lainnya. Hal ini dibedakan dengan pemimpin keraton, puri, puro atau nama lain yang dipersamakan dengan itu, sebagai penjaga, perawat, pelestari, dan pengelola. Sedangkah khusus untuk seorang Sultan, dalam kitab Al-Jami’-il al Qur’an ( imam Abu Abdullah Al Qurtubi), sebagai tafisir Surah annisa : 59. Seorang Sultan memiliki 7 ( tujuh) kewajiban sekaligus merupakan bagian yang melekat pada dirnya adalah: 1. Sultan mendorong dan menjabin adanya Penerbitan Uang Kerajaan yang jujur dan sesuai syariah Islamiyah, yakni Dinar Dirham ( atau istilah yang dipersamakan dengan itu). 2. Sultan menetapkan Berat dan Ukuran, sesuai dengan konteks dan kebutuhan masyarakatnya. 3. Sultan membuat kebijakan konstitusional , dan mengontrol putusan pengadilan agar selalu adil, arif dan hikmah bagi seluruh masyarakatnya, dalam Hukum Allah SWT. 4. Sultan mendorong dan menfasilitasi HAJI dalam rangka menjamin penyempurnaan rukun islam bagi seluruh warganya. 5. Sultan menjamin terselenggaranya shalat jumah, bagi seluruh masyarakatnya. Dalam hal ini Sultan wajib imam shalat jumat, khotbah dan menyebarkan khotbahnya untuk dibacakan pada seluruh masjid dan tempat penyelenggaraan shalat jumat di wilayahnya. 6. Sultan menetapkan dan menyelenggarakan perayaan 2 Hari Raya ( idul fitri & Idul Adha), yang tepat waktu, menciptkan kegembiraan yang hikmah dan bermakna. 7. Sultan menetapkan dan mendorong JIHAD bagi seluruh masyarakatnya dalam berbagai bentuk, manifestasi dan prioritasnya. Sultan sejati pastilah akan berusaha menjalankan amanahnya secara sebaik-baiknya, sesuai dengan tuntunan al Qur’an dan hidayah Allah SWT. Barang siapa yang mengaku Sultan namun jauh dari cirri-cir ini, maka patutlah disebut sebagai SULTAN GADUNGAN, atau Sultan Laknatullah. Beberapa Sultan yang kami ketahui sudah menjalankan ini ( sekaligus dalam upaya melakukan secara terus menerus) adalah Sultan Sepuh XIV Kasepuhan Cirebon, Sultan Ternate Mudafar Sjah, dan Sultan Melayu Bentan Kepulauan Riau. Beberapa Sultan dalam proses persiapan menuju itu. Semoga Allah memberikan hidayah, inayah dan maghfirahnya bagi seluruh Sultan di bumi ini. Insya Allah. Jakarta, Juli 2013

Memanjakan Keyakinan

Sebagian keindahan sering tumbuh bersemi ketika setiap orang per orang memiliki keterampilan "memanjakan keyakinan-nya masing-masing". Disitulah akan tumbuh setaman kebahagiaan, kepuasan hidup, kemartabatan dan kemuliaan. Walau terkadang keyakinan itu tiadalah sama dan sebangun dengan kebenaran, kesejatian, dan keabadian. Keyakinan bekerja menurut akalbudi yang diamanahkan pada setiap diri pribadi, dengan tingkat kesungguhannya dalam pencapaian. Salam Doa seindah pagi.. Padepokan Gde Pharne, juli 2013

Ramadhan dan Pembelajaran

Berkunjung pada puasa hari pertama, disebuah desa pelosok di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, saya mendapatkan pembelajaran sederhana tentang impresi keagamaan: Sebagian orang pertama, beragama menurut keyakinan dan tradisi, Apa yang diyakini adalah bagian dari tradisi dan kearifan.. Menuruti perintah dan arahan dari Penghulu Desa. Agama adalah ketaatan pada para menak dan tuanguru. Kadang keputusan yang dibuat oleh mereka berdasarkan kepentingan ekonomi dan politik dari pihak penguasa yang bekerjasama dengan para bangsawan itu. Namun orang-orang itu telah dengan senang hati terjebak dalam lumpur tradisi, Titah Sang Ningrat yang tak boleh dibantah, karena ia adalah tuan tanah di daerah itu, dn menguasai lahan pertanian yang luas, Dan Sang Tuan Guru sebagai Kyai Agung adalah otoritas kesalehan yang dengan sesukanya mengatasnamakan Tuhan, Al Qur'an, Rasulullah dan hapalan-hapalan bahasa arab lainnya. Dan menak -menak itu, seperti juga sebagian para sultan, dan raja ditempat lain, sama butanya tentang agama, kecuali tradisi yang diturunkan padanya, bersama dzikir-dzikir dan shalawat penuh barakah, yang diduga tidak dimengertinya sama sekali. Sebagian orang kedua, beragama menurut akalbudi. Semua hal seolah-olah harus ada alasan, argumentasi dan diskripsi yang ilmiah. Semua jenis ilmu pengetahuan bekerja padanya untuk membenarkan segala tindakannya. Semua hal harus ada dalil, baik aqli maupun naqli ( dalil logika maupun dalil yang berdasarkan nash). Kaum akalbudi, menempatkan pengetahuan dan kebajikan menjadi garda segala tindakan dan perilakunya. Akal berbatas pengetahuan, pengetahuan berbatas pendalaman, pendalaman berbatas kemampuan otak masing-masing. Pada labirin itu ia bergerak menciptakan kebajikan yang diyakini sebagai peradaban agung, mulia dan penuh harapan. Sebagian orang ketiga, beragama menurut medan kesadaran. Ia tak terikat oleh kebenaran yang terus menerus dipelihara oleh tradisi. ia mengganggap bahwa keputusan pemerintah adalah perbuatan nihilis yang nista, karena pemerintah tak akan pernah berpihak kebenaran hakiki. Redzim suatu pemerintah adalah mesin propaganda dari kepentingan-kepentingan yang membelit pada kompleks persoalan kenegaraan. Ia pun mengganggap bahwa ilmu pengetahuan manusia tak mampu menjangkau rahasia ketuhanan. ia melihat bahwa kebajikan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai relatif yang bekerja di masyarakatnya. Ia pun ingin mendapatkan kebenaran yang khanif seperti Ibrahim AS, atau kecerdasan seperti Musa AS, ataukah ketulusan seperti Ismail AS. Kesabaran seperti Dawud AS. Kemampuan menterjemahkan petanda penanda seperti Idris AS. Kepeloporan seperti Adam AS. Ketabahan seperti Isa AS, atau ketauladanan seperti Rasullullah SAW. Agama bukanlah dongeng, bukan kumpulan doktrin yang mengikat kaki dan kepala, bukan pula sekumpulan cara meng-eksploitasi manusia. Agama adalah kebenaran faktual. agama adalah jalan terindah sepanjang masa, agama adalah pembebasan dari segala tipudaya syetan. Sebagian orang ketiga, menjadikan dirinya sendiri sebagai perwujudan agama yang binar. Senja itu, matahari dicolek gerimis yang indah. Saatnya pulang untuk mempersiapkan berbuka, sekedar manisan atas hidup yang sementara belaka. salam

Sekedar Katagori Pada Pertemuan Kerajaan

Setelah usai mengikuti rapat sebuah festival, saya sempat berdialog dengan beberapa kawan diplomat internasional dan pemimpin organisasi internasional, tentang kerajaan yang diharapkan akan menghadiri acara tersebut. Hal itu memang perlu dirumuskan sehubungan dengan event internasional. Maka tipologi kerajaan itu dapatlah dibagi 3 ( tiga ) katagori, yaitu. Pertama, Kerajaan Berdaulat. Kerajaan yang masih memiliki tata pemerintahan dan pososi strategis dalam berbagai bentuknya, baik persekutuan kerajaan, monarkhi, atau kerajaan yang memang masih utuh tegak berdiri. Mereka adalah Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan Simbol Agung dari Negara masing-masing. Pada mereka, diperlukan protokoler dan tata upacara kenegaraan yang dipersiapkan secara khusus sesuai dengan ketentuan internasional. Kerajaan ini seperti : Brunei Darussalam, Malaysia, Arab Saudi, Maroko, Belanda, Inggris, Denmark, Spanyol, Kamboja, Thailand, Swedia, Yordania, dlsb Kedua. Kerajaan Pamong Budaya, atau Kingdom Cultural Centre. Kerajaan yang masih memiliki pengaruh sosial budaya dan psikologis pada masyarakat dan atau kawasan tertentu. Walaupun kerajaan ini sudah tidak lagi menjadi model pemerintahan di tanah airnya, namun keluarga keraton masih dihormati dan dijunjung tinggi sebagai bentuk tatatan moral, spiritual meditatif dan tokoh sental dalam sosial budaya masyarakatnya. Hal ini seperti : Kesultanan Ternate, Kasepuhan, Kanoman, Bone, Gowa, Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Bulungan, Siak Indrapura, dlsb Tipe inilah yang banyak di Indonesia. Bahkan, LP2K pimpinan KPH Gunarso ( alm) pernah membuat 5 kriteria tentang sosok “Sang Raja” yakni: 1) Masih memiliki keraton; 2) Diakui oleh pemerintah daerah; 3) Memiliki garis silsillah yang jelas; 4) Pernah dilantik; 5) Memiliki pusaka leluhur kerajaan. Sedangkan khusus tentang entitas kerajaan / kesultanan, menurut catatan di AKKI, paling tidak memiliki 3 ( tiga ) kriteria penting, yakni: 1) Memiliki sejarah yang jelas; 2) Memiliki bukti otentik pemerintahan dan; 3) Pernah diakui oleh kerajaan lain pada masanya. Jika kita mengacu pada 5 (lima ) criteria “Sang Raja” di Lp2K,plus 3 kriteria kerajaan di AKKI, diperkirakan ada sekitar 50-an kerajaan, keraton, kesultanan dari 700-an kerajaan yang tersebar se antero Nusantara. Yang paling banyak, 3 kriteria kerajaan, namun tidak memenuhi 5 kritera “Sang Raja’ menurut LP2K itu. Karena motivasi keterpanggilan yang alami tersebut, maka harapan kemaknaan revitalisasi kerajaan untuk menumbuhkan persaudaraan dan mengikat tali kekerabatan sering justru berbuah menjadi benturan keluarga yang laten dan penuh misteria. Ketiga, Kerajaan Pusaka ( heritage kingdom). Kerajaan model ini, adalah kerajaan yang konon pernah ada dalam sejarah. Kerajaan-kerajaan masih meninggalkan situs, pusaka, warisan benda dan takbenda, sebagai benda –benda yang bernilai tinggi dan memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi sejarah peradaban manusia. Kerajaan ini seperti : Singosari, Majapahit, Pajang, Daha, Donggala, Kahuripan, Srivijaya, Tarumanegara, Salakanegara, Romawi, Macedonia, Rossiykaya imperia, dlsb. Namun, terkadang ada saja para pihak yang “terpanggil” untuk menjadi Raja, Sultan dari kerajaan pusaka itu. Inilah yang membuat ahli sejarah menjadi jengah dan terkesima. Dan yang lebih menakjubkan lagi, para Raja Sultan dari model ini banyak yang rantang runtung di berbagai festival, silaturahmi, seminar, pagelaran, bahkan acara keluarga sekalipun. Dan terkadang berjaya pula di berbagai forum-forum, yayasan, facebook dan sosial media lainnya. Balai kota, Selasa, 16 juli 2013

Binarnya Sultaniya di Nusantara

Kehadapan Yang Mulia / Yang Dipertuan Agung / Yang Terutama Para Sultaniya dan Raja Ratu Panembahan di Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bersamaan, dengan tumbuh berkembangnya kembali, para Sultan dan pemimpin kerajaan islam, maka ijinkan kami menyegarkan ingatan tentang Kriteria Sultaniya tersebut. Dalam kitab Al-Jami’-il al Qur’an ( imam Abu Abdullah Al Qurtubi), sebagai tafisir Surah annisa : 59. Seorang Sultan memiliki 7 ( tujuh) kewajiban sekaligus merupakan bagian yang melekat pada dirnya adalah: 1. Sultan mendorong dan menjabin adanya Penerbitan Uang Kerajaan yang jujur dan sesuai syariah Islamiyah, yakni Dinar Dirham ( atau istilah yang dipersamakan dengan itu). 2. Sultan menetapkan Berat dan Ukuran, sesuai dengan konteks dan kebutuhan masyarakatnya. 3. Sultan membuat kebijakan konstitusional , dan mengontrol putusan pengadilan agar selalu adil, arif dan hikmah bagi seluruh masyarakatnya, dalam Hukum Allah SWT. 4. Sultan mendorong dan menfasilitasi HAJI dalam rangka menjamin penyempurnaan rukun islam bagi seluruh warganya. 5. Sultan menjamin terselenggaranya shalat jumah, bagi seluruh masyarakatnya. Dalam hal ini Sultan wajib imam shalat jumat, khotbah dan menyebarkan khotbahnya untuk dibacakan pada seluruh masjid dan tempat penyelenggaraan shalat jumat di wilayahnya. 6. Sultan menetapkan dan menyelenggarakan perayaan 2 Hari Raya ( idul fitri & Idul Adha), yang tepat waktu, menciptkan kegembiraan yang hikmah dan bermakna. 7. Sultan menetapkan dan mendorong JIHAD bagi seluruh masyarakatnya dalam berbagai bentuk, manifestasi dan prioritasnya. Untuk mendorong, agar setiap Sultan di Nusantara, merupakan kebenaran substantive, maka diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak, yang berharap kembalinya cahaya nusantara sebagai negeri yang baik yang diberi pengampunan oleh Allah SWT. ( Baldatun thoyibatun wa robbun ghofur). Untuk itulah, kami siap bekerjasama dengan YM Para Sultan dan Ratu Raja Prabu di kerajaan-kerajaan Dakwah Islam untuk membantu, mendukung dalam berbagai bentuk dan program, demi binarnya marwah Sultaniya di nusantara. Subhanallah wa bihamdihi.. Subhanallahil adhim.. Wassalamu’alaikum wr.wb. Jakarta, 05 Juli 2013 Salam takdzim, Shri lalu gde pharmanegara parman Setia Usaha Agung / Sekretaris Utama Majelis Pemangku Adat Nusantara / MAPAN

Pulang

Yang suci, pulanglah pada Yang Maha Suci di hari nan suci.. Yang rindu, pulanglah pada Yang Maha Rindu dihari nan merindu.. Yang cinta, pulanglah pada Yang Maha Cinta dihari nan mencinta.. Yang damai, pulanglah pada Yang Maha Damai dihari nan damai.. Selamat idul fitri 1434 H, Mohon Maaf lahir dan Bathin.. Taqaballahu minna wa minkum.. ( kiagengmataram & keluarga besar padepokan gde pharne)

Pesan seorang Sultan

Saat rapat JKKN / jaringan kewarisan kerajaan nusantara, seorang Sultan berpesan : Anak Jenderal bukanlah jenderal.. Anak Profesor bukanlah profesor.. Anak Presiden bukanlah presiden.. Anak Raja bukanlah Raja.. Anak Bangsawan, bukanlah bangsawan.. Namun mereka punya potensi yang melekat untuk menjadi sesuatu seperti ayah mereka masing-masing. Paling tidak, karena pengalaman, pengamatan dan kenal dekat dengan persoalan-persoalan didalamnya.. Memang kita sering di cekoki, seolah-olah penerus seorang raja adalah putra putrinya secara biologis semata, padahal jauh daripadanya, kita telah memiliki nilai-nilai agung untuk menetapkan kriteria, karakter dan carier dari setiap pemimpin. Dahulu memang, kita sering dicekoki oleh para penjajah dengan bias dari keyakinan genetic, seolah putra-putri seorang raja, adalah pewaris sah tahta. Kita lama-lama sadar, bahwa itu hanyalah cara penjajah untuk memporak-porandakan keyakinan kita pada amanah kepemimpinan, sikap kesetaraan, upaya kemuliaan, dan pencapaian pada tingkat kesejatian.. Masa kini, sudah kita sepakati negeri ini berbentuk republik, maka kembalilah ke rakyat, tanyakan dirimu sendiri;.. Apakah ia mempercayai dirimu sebagai pemimpinnya (?) Belajar dari mereka, hidup bersama mereka, dan lakukan sesuatu yang terbaik bagi mereka.. Rukunlah bersama sanak, keluarga, handai taulan sesama trah tumerah kerajaan se-nusantara,dalam rangka mengabdi bagi rakyat.. Ciptakan suasana terindah, agar rakyat menjadi damai, sejahtera dan berkemuliaan.. Se-mulia hatimu, se-mulia niatmu, se-mulia doamu.. se-mulia lakumu.. se-mulia kesabaranmu.. menjalani amanah sebagai cahaya bangsamu.. jakarta, 30 Juli 2013

Jika Agama

Jika agama hanya jadi ruang psikologis, maka orang akan lebih perlu psikolog.. Jika mimbar hanya tempat omongkosong, maka orang akan lebih perlu cafe.. Jika tempat ibadah hanya tempat ngobrol-ngobrol, maka orang akan lebih perlu lobi hotel.. Jika pemuka agama hanya sibuk dengan perebutan kekuasaan dan persengkokolan jahat, maka habisilah ia, karena itulah iblis yang sebenar-benarnya.. Ujung langit, 24 Mei 2013

Artikulasi

Kita sering lupa, bagai dua mata pisau, setiap kesinisan tersembunyi kepandiran yang kian nampak dipermukaan, dan disisi lain menimbulkan dendam yang siap meledak disuatu saat nanti. Andai saja, semua mutiara gagasan, konsep, pemikiran, daya serap sejarah dlsb itu dapat dijadikan suatu pedoman, handbook, babon, falsafah atau apapun istilah yang dipersamakan dengan itu, tentu setiap etnis di nusantara akan menjadi lebih bermartabat.. Janganlah sampai, tiba suatu masa, bahwa lidah yang kini tersedia, hanya menghasilkan 3 jenis artikulasi; mencela saudaranya sendiri yang senasib sebangsa, menyesali ketidakmampuannya, dan menjilat kekuasaan.. Wallahu alam Ujung langit, 30 Juli 2013

Panjar Kebahagiaan

Panjar dari kebahagiaan itu adalah KESYUKURAN.. tanpa hal itu, maka kebahagiaan akan terjebak dalam KONSEP PENCAPAIAN dan Permainan INTERPRETASI terhadap fakta-fakta.. Ujung langit, 31 Juli 2013

Idul Fitri

Ramadhan itu adanya dalam dirimu.. Kesucian itu juga dalam dirimu.. Maka rayakanlah sebagai kodrat diri.. Bersukacitalah dalam takdir jiwamu.. Selamat idulfitri 1434 H, mohon maaf lahir & bathin Ujung langit, 8 agustus 2013

Kritik Agama-agama

Kritik terbesar dari agama-agama adalah ketidak-berkenannya terhadap manifestasi asali kehidupan manusia, baik dari niatan, pikiran dan perilaku. Semuanya dijebak dalam predikat dosa, pidana, asusila, kenistaan dan kesesatan. Agama-agama terkadang terlalu sibuk mengurus kesempurnaan dan dunia yang ideal; membentuk manusia sempurna, hari yang sempurna, menciptakan pola komunitas yang sempurna, interaksi sempura, pencapaian spiritual yang sempurna, hingga kebahagian yang sempurna, dan pasca dari semua hal secara sempurna pula. Atas ketidak-terimaan itu, maka agama-agama menciptakan hukuman, sangsi, siksaan, pengucilan, peperangan, pembunuhan, pengusiran, miskomunikasi, bahkan meregang nyawa diruang terbuka. Isu-issu tentang kasih sayang, keselamatan, peradaban agung, selera yang tinggi, akhlak mulia dlsb, adalah rayuan yang selalu ditawarkan setiap pojok sejarah. Tapi sering gagal menginterpretasi tentang realitas spesies, pasca kematian, dan pertumbuhan energy. Ujung langit, 9 agustus 2013

Komposisi

Lahir, kawin, mati, datang, pergi, pindah, cerai, tumbuh, patah, hilang, berganti. Ah, ternyata itu semua hanyalah soal KOMPOSISI dan re-Komposisi. Ujung langit, 19 Agustus 2013

Pencarian..

Banyak yang berjuang mencari makna dengan tapabrata, berdiam diri dalam semesta dzikrullah dengan berbagai cara dan ragam raga-nya. Banyak yang bersungguh-sungguh menemukan kepahaman dengan silaturahim, perjalanan dari ruang ke ruang, waktu ke waktu. Banyak yang mengais keindahan dengan mengabdi, melayani orang-orang lemah, tersisih, terlupa dan terkapar dari pergulatan hidupnya. Semua proses perjuangan, kesungguhan dan kepengaisan, adalah upaya yang patut dirangkai dalam setaman makna, seladang kepahaman dan sumur keindahan.. Benderanglah jiwamu, gemilanglah sukmamu, jayalah negerimu. Ujung langit, 21 Mei 2013

Ayo Poligami

Solusi bangsa dan masyarakat dunia di zaman akhir ini ternyata sangat sederhana, yakni keminatan para perempuan untuk memiliki suami yang sama, dan kemampuan komulatif dari para lelaki untuk menjadi suami dari beberapa perempuan. Poligami bagi perempuan adalah upaya senyatanya untuk menjamin system kesejahteraan, kedamaian, prestasi pembelajaran dan upaya kolektif membangun sebuah bangsa yang kuat. Negara-negara yang memilih poligami sebagai strategi nasional-nya telah menjadi Negara yang kuat dan dengan dayatahan nasional yang kokoh pula. Berbeda dengan Negara-negara yang melihat poligami hanya sebagai pelampiasan nafsu, budaya patriarkhi, penguasaan sumberdaya oleh jenis kelamin tertentu, dan ekspresi kemaskulinan. Ia akan bernasib sama, dengan Negara-negara yang melarang poligami. Dan sekarang kita lihat, bahwa Negara –negara yang membenci poligami, terserang wabah transeksual, homoseksual, lesbianisme dan berbagai penyimpangan seks, yang berakibat pada besarnya wabah virus penyakit seks, aids, prostitusi, aborsi dan tingginya krimanlitas bermotiv seksual. Poligami memang haruslah dilakukan oleh lelaki yang memang berkualitas tertentu; memiliki daya adil dalam share sumberdaya, tatakelola ekonomi rumahtangga secara arif dan bijaksana, ibadah yang kuat, ketrampilan hidup yang handal, kecerdasan yagn menjawab berbagai persoalan dunia, sekaligus dapat menjadikan keluarganya menjadi basis perjuangan keilmuan, ketauladanan dan kemuliaan. Fenomena buruk tentang poligami, justru karena dilakukan oleh lelaki yang “belum matang”, labil dan lemah secara mental spiritual. Lelaki yang merupakan korban dari dirinya sendiri dan hanya mengorientasikan dirinya sekedar soal hal remeh-temeh belaka. Egoisme dengan mutu obralan. Ciri-cirinya adalah lelaki tersebut sering memicu konflik rumahtangga yang berkepanjangan, pendidikan anak kacaubalau, perhatian pada keluarga yang minimalistic, anak-anak terlantar, moral keluarga yang tidak terkendali, dan system pencapaian individu tidak sinergis, dan kontribusi kebangsaan yang tipis. Pada lelaki lemah itu, poligami jelas adalah yang nista dan buruk! Dan peringatan untuk tidak poligami juga disampaikan pada para lelaki yang lemah-syahwat, impotensi, dan ejakulasi dini, karena hal itu akan menciptakan gangguan kejiwaan, tidak seimbangnya system makrokosmos dalam diri dan keluarga, termasuk tidak dapat menjamin lahirnya generasi-generasi kokoh dengan potensi terbaiknya. Poligami itu penting untuk bangsa, karena menjamin system keberlangsungan, keselamatan dan kebahagiaan kolektif kita. Bagi perempuan yang terpanggil untuk poligami, segeralah! Namun pilihlah lelaki yang memang pantas untuk itu. Bagi lelaki yang berkualifikasi untuk poligami, bila berkenan, segeralah! Dan carilah perempuan yang memang memang memahami strategis dan andilnya bagi peradaban dunia. Lelaki yang tidak mampu poligami, dan perempuan yang tidak berkenan poligami, mohon tidak men “like” tulisan ini.. Ayo Poligami, selamatkan Indonesia sekarang juga! Ujung langit, 22 Mei 2013

Sibuk

Para imam sibuk dengan istri mudanya.. Para pemimpin sedang sibuk menyusun skenario menipu rakyat.. Para Saudagar menghitung untung bila bencana tiba.. Para Dewa sedang mabuk dan main judi.. Malaikat cuti hamil.. Ujung langit, 5 Juli 2013

Berhentilah..

Berhentilah beragama, bila hanya alat untuk menggapai kekuasaan.. Berhentilah ber-TUHAN, bila hanya hendak mengingkari kebajikan.. Berhentilah ber-ibadah, bila hanya melarikan diri dari kenyataan.. Berhentilah membaca kitabsuci, bila hanya mencari pembenaran.. Berhentilah membangun kawasan pemujaan, bila hanya melupakan penderitaan rakyat.. Berhentilah.. Istirahatlah beragama, bertuhan, beribadah, membaca kitabsuci, dan membangun kawasan pemujaan, bila hanya yang demikian adanya.. Istirahat-lah, agar dunia ini bisa damai.. sejenak saja.. Ujung Langit, 28 Mei 2013

Beda "Nikah Sirih" dengan "Nikah Sirri"

Sering orang tidak bisa membedakan antara nikah sirih (latin : piper betle L), dengan nikah sirri ( arab; sirrun, rahasia, sembunyi ). Nikah sirih ( piper betle L) adalah pernikahan untuk mempertautkan dua jiwa agar searah laksana guratan tulang daun sirih. Memang dipilihkan daun sirih yang daunnya bercabang searah sama. Sirih melambangkan kesucian, kesungguhan, keterpautan yang tiada terputus. Nikah sirih dilakukan untuk mengikat agar kedua belah insan, tidak bercabang hatinya, pada yang lain. Baik yang lelaki, maupun yang perempuan. Persaksian sukma ini, agar jiwa mereka dipadukan menjadi satu. Tradisi ini, kita dapat lihat pada islam jawa, sebagian pula pada tarekat-tarekat yang dipengaruhi oleh perlambang tradisi lokalnya. Nikah sirih, menjadi persaksian kepada publik, karena memang disaksikan oleh banyak orang, bahwa kedua pihak, sudah menyatukan hati seteguh-teguhnya. Hal ini dilakukan oleh pasangan yang memang sudah menikah secara syariat dan secara negara. Berbeda dengan hal itu, akhir-akhir ini, kita dengar istilah nikah sirri, yang kadang dilapazkan mirip dengan sirih diatas. Nikah sirri ini, sebenarnya tidak dikenal dalam hukum islam, dan ada upaya seolah yang dimaksud nikah siri ini, adalah kontra nikah KUA.. Kemungkinan dimaknakan sebagai nikah menurut syariat namun tidak didaftarkan di KUA / lembaga berwenang untuk itu. Hal itu memang hasil ketentuan Belanda, yang mewajibkan seluruh warga jajahan di hindia belanda mendaftarkan pernikahannya di dikantor-kantor catatan sipil dimasa itu. Ada pula, terminologi nikah sirri di zaman sahabat Rasullullah, yang dalam bahasa arab lokal disebut dengan "misyar", dan dalam kitab Al Muwatha, disebutkan bahwa Umar bin Khatab r.a pernah berkata, " inilah nikah sirri, dan aku tidak memperbolehkannya, dan sekiranya aku datang pastilah aku rajam". Hal ini karena nikah sirri pada masa itu, dimaknakan sebagai pernikahan yang tidak menghadirkan saksi sesuai dengan ketentuan, dan selanjutnya dianggap berzina. Wallahu'alam bissawab...

Senja di Puri Lingsar

Seorang anak muda seusia remaja, sepulang sekolah mencari rumput di sekitar di kawasan puri lingsar Lombok barat nusa tenggara barat. Sejenak istirahat, merebahkan tubuhnya disebuah berugaq ( semacam saung atau bale-bale) di sebuah kebun yang tak luas. Berugaq itu, berdiri di pinggiran jalan setapak, disamping sebuah surau kecil ditengah sawah. Sesaat kemudian, seseorang keluar dari surau kecil, dan ikut duduk bersandar ditiang berugaq tersebut. Angin semilir, matahari menyeruak diantara dedaunan, menambah indah romansa desa itu kala senja. Sejurus langkah kata bertegur sapa, anak muda itu bertanya pada sang penjaga surau, “ apakah manfaat agama bagi kehidupan manusia, yang tidak tergantikan oleh hal lain?” Pertanyaan yang sederhana, bersahaja, namun mungkin membutuhkan renung yang dalam untuk menerangkannya secara mudah dan lugas. “Bila agama hanya untuk mencari kebahagiaan, bukankah kebahagiaan itu bisa didapatkan dengan kesungguhan dan pencapaian. Barang siapa yang bersungguh-sungguh dan mampu mencapai keinginannya, maka kemungkinan besar ia akan bisa bahagia, dengan atau tanpa agama”, tukas anak muda itu. “ Bila agama hanya untuk mencari kesejahteraan, bukanlah negeri-negeri yang tidak beragama sama sejahteranya dengan Negara yang beragama (?), Dan bukankah agama-agama yang miskin dan nestapa, justru dari negara-negara yang beragama itu” “Bila agama hanya untuk mencari kesembuhan, bukankah dengan tekhnologi hari ini, rumah sakit-rumah sakit besar tidak butuh agama lagi (?). Mungkin orang sudah tidak butuh lagi jampi-jampi, mantra dan semacamnya” “ Bila agama hanya untuk urusan kawin mawin, bukankah sekarang sudah cukup dengan catatan sipil belaka, toh mereka juga bisa menjadi keluarga yang rukun dan saling mengasihi sampai masa tuanya (?)” Penjaga surau itu tersungut-sungut menyimak celoteh anak muda itu. “Nampaklah kini, agama adalah perwujudan dari rutinitas palsu, kekacauan nilai-nilai kolektif, atau manipulasi psikologis. Orang-orang akan berusaha menguras hartanya hanya demi iming-iming pahala atau surga. Membunuh sesama manusia dengan kejam, untuk dan atasnama Tuhan. Berperang dan saling menghancurkan untuk atasnama agama,” sambungnya. “ Tapi setelah itu, mereka semua mengklaim sebagai pemegang tampuk kesucian, kebenaran, kasihsayang dan keagungan Tuhan. Mereka tampil tenang namun penuh lumpur, jernih namun penuh racun. Sandiwara apa itu?” “Mereka saling tuding, saling serang, saling tuduh, saling sesat menyesatkan, atas nama keyakinan dalam ruang pikiran masing-masing. Itulah lelucon para agama, yang paling nista dalam sejarah peradaban manusia” “Mereka hanya sekumpulan manusia yang kehilangan identitas dirinya. Mencari legitimasi dari ruang-ruang sampah makna yang sudah usang. Geraktubuh yang hialng dari rotasi energy kosmik-nya. Mengangkangi agama sebagai pelarian dari kemalasannya memahami sejarah dan peristiwa.” “Mereka hidup penuh sia-sia, tapabrata yang berenang pada telaga pikirannya sendiri. Ilusi yang diyakini sebagai kepercayaan, atau halusinasi yang dipandang sebagai perjumpaan mahluk gaib. Delusi yang penuh kemuakan. Kejernihan yang penuh tipudaya” gugat anak muda itu penuh sesal. Sang Penjaga Surau itu tersenyum, matahari kian dekat untuk pulang ke pembaringan. Kawasan lingsar, diselimuti lembayung dalam horizon yang kian menawan. Ia hendak menjawab pertanyaan anak muda itu. Namun petang sudah tiba, ia harus mempersiapkan perhelatan magrib malam itu. Surau lingsar, 30 mei 2013

Anugrah Perdamaian

Bila Sang Waktu

Setiap kita, bekerja dalam waktu, terkadang seolah-olah berkejar-kejaran. Waktu telah menjadi teman, pesaing, bahkan kekasih. Banyak orang yang sangat hemat waktu, sementara sebagian lainnya mengulur-ulur waktu. Petanda penanda waktu bergerilya disepanjang kota, jam-jam menara di pusat persimpangan-persimpangan jalan. Dikamar penantian praktek dokter tertulis “ Ruang Tunggu”, seolah waktu sedang sengaja mencolek kegelisahan. Belum lagi “jam berkunjung”, “jadwal kegiatan”, “schedule kegiatan”, dlsb. Seolah setiap orang, menjadikan dirinya nafas dengan Sang Waktu itu. Nenek tua itu, perawan suci dari perbukitan yang sepi, terus bertanya-tanya. Hari-hari yang diantara dzikir gemercik air, doa dedaunan yang tulus, shalawat burung-burung, terus menjadi lagu bagi kehidupannya. Ia terus mencoba merenungkan tentang Sang Waktu. Ia bertanya, menjawab, bergugat, bersangsi, tentangnya : 1. Siapakah sejatinya pemilik Sang Waktu? 2. Siapakah gerangan yang melahirkan waktu, dan bilamanakah kelak ia akan mati? 3. Apakah Sang Waktu benar-benar ada dan nyata dalam perikehidupan kita? 4. Adakah perjalanan sang waktu bersifat universal dan objektif, ataukah hal itu hanya terkait dengan interpretasi, imaginasi dan persepsi kita tentangnya? 5. Bagaimanakah hubungan antara ruang, waktu dan peristiwa? ( Deca, kala, patra) 6. Bagaimanakah anatomy Sang Waktu? 7. Dimanakah rumah Sang Waktu, dan dimanakah pula ia bekerja? 8. Siapakah sebenarnya “gadis sejarah” yang diperebutkan sebagai piala kebenaran? Narasi, structuralism, atau pasca-modernisme yang membaginya menjadi kecantikan yang berbeda-beda. Sementara di belahan lain, pengagum-pengagum sang Gadis Sejarah, mengutip namanya sebagai rindu yang buta. Sungguh, ia sebenarnya tak ingin mempedebatkan pententangan para kaum yang juga merenungkan waktu. Boleh saja, kaum realis yang angkuh dengan rasionalitas itu melihatnya dari fisik belaka. Ataukah kaum idealistic yang dianggap irrasional itu, menatapnya dari metafisika. Kaum Rasionalis percaya bahwa pikiran adalah kekuatan yang paling kuat dari manusia dan mampu memahami segala sesuatu di dunia, sedangkan irasionalis mempertimbangkan dunia, termasuk waktu, sebagai sesuatu di luar kemampuan pikiran. Menurut Idealis, tidak ada yang terlepas dari pikiran, termasuk waktu. Oleh karena itu, Idealis percaya bahwa waktu dirancang bangun dalam pikiran dan tidak memiliki eksistensi terpisah darinya. Peresapan tentang sang waktu menjadi penting diperi kehidupan sehari-hari, ketika setiap orang membutuhkan informasi untuk mengantisipasi peristiwa-peristiwa besar seperti banjir dan waktu panen. Para pemeluk teguh agama terus berupaya menganggap sang waktu sebagai lingkaran tanpa awal atau akhir, ada juga yang menganggapnya sebagai linier dengan eksistensi pada masa lalu dan masa depan yang tiada berbatas, dan ada pula yang menganggapnya sebagai imajiner karena eksistensi nyata adalah gerakan atau materi fisik belaka. Oh, malam yang penuh romansa, atau pada pagi yang penuh harapan, Siang yang penuh kekuatan, dan senja dalam lazuari kenangan. Kepadanya, sang waktu mencoba menampakkan dirinya dalam bentuknya yang indah, seindah alam dalam kitab kejadiannya yang menjadi anugrah. JKKN, 2013

SANGA PARAMITHA

Sembilan Budiluhur Suku Sasak Lombok < Sanga Paramtha Ring Sasak Lombok> 1. Selalu sumringah kala berjumpa kerabat dan handai taulan 2. Selalu siaga untuk memberikan jawaban atas pertanyaan 3. Selalu takdzim menerima tamu dan kejutan 4. Selalu bahagia dimintai tolong dan bantuan 5. Selalu bersahaja menghadapi persoalan 6. Selalu lapang bagi keunikan manusia pada galaunya zaman 7. Selalu Merindu bagi setiap kelopak cinta ditebing pertualangan 8. Selalu setia pada harmoni dan kedamaian 9. Selalu Sabar menerima nestapa, derita dan cobaan. Padepokan gde pharne, 2013

Cita-cita

Disebuah sekolah alam, sang guru bertanya pada murid-muridnya, “ anak-anak apakah cita-cita kalian untuk masadepan?” Dan mereka pun menuliskannya disebuah kertas, diserahkan pada Sang Guru. “ Ananda Ahmad, mengapa dikau bercita-cita menjadi banker” Tanya sang guru.. “ Saya ingin membayarkan hutang Indonesia yang sejumlah 2 ribu trilyun itu pak guru.. Kita tahu, sementara ini pemerintah sibuk berfoya-foya dengan APBN yang merupakan hutang negara, dan selanjutnya memaksakan rakyat kecil membayarnya dengan berbagai macam pajak, pungutan, menjual asset bangsa, dan menggadai sumberdaya alam bumi Indonesia..” jawab Ahmad “ Neng Siti, mengapa dikau bercita-cita menjadi ideolog..?” Tanya sang Guru.. “Karena kerusakan dan kebajikan dunia ini tergantung dari para ideolog, merekalah yang telah membuat kita bahagia ataupun sengsara. Dan kelak bila saya menjadi ideolog, maka saya akan membuat suatu gerakan Indonesia yang tercerahkan dan akan menjadi tauladan bagi bangsa-bangsa sedunia, sekaligus menjadikan tanah ini sebagai pintu kebangkitan dunia baru..” Jawab Siti lantang.. “ Ananda Ali, mengapa dikau bercita-cita menjadi Spritualis?” Tanya Sang Guru. “Karena kita semua bertindak dengan prasangka dan khayalan masing-masing saja. Saya berharap semua orang dalam Tuntunan Tuhan Yang Maha Pencipta.. Bukan hanya mengandalkan hawa nafsu dan lamunan masing-masing. Dan lihatlah, betapa kerusakan dimuka bumi ini, karena pertentantangan antara redzim agama yang tidak pernah memahami maksud Tuhan yang sebenar-benarnya..” Tukas Ali.. “ Wahai Wati, mengapakah dirimu bercita-cita menjadi Hobbit?” Tanya Sang Guru keheranan. “ Dengan hidup ditempat yang menyendiri, saya ingin hidup tenang dari kerisauan zaman. Bebas dari tekanan imprealisme kota di desa-desa, melepaskan dari pertarungan hawa nafsu yang penuh dengan kebuasan. Menghindarkan diri dari kepura-puraan dan kemunafikan. Kami akan bisa hidup bahagia tanpa Negara, tanpa militer, tanpa DPR, tanpa Pajak, tanpa Hutang Warisan Kolonial, tanpa kredit dan perbankan”. “Mengapa tidak ada yang bercita-cita menjadi petani? Bukanlah itu pekerjaan mulia..” “ Karena petani adalah bahan perasan dari setiap orde penguasa sepanjang sejarah”.. “Mengapa tidak ada yang bercita-cita menjadi tentara?” “Karena tentara adalah kehidupan yang sia-sia demi suatu kepalsuan..” “Mengapa tidak ada yang bercita-cita menjadi politisi?” “Karena politisi itu memang tidak pernah ada!” “Mengapa tidak ada yang bercita-cita menjadi guru?” “ Sebenarnya boleh juga, tapi guru hari ini adalah diktat dari mesin pembodohan massal yang memberikan pembenaran atas kepentingan-kepentingan..” “Mengapa tidak ada yang bercita-cita menjadi President..?” “Karena president hari ini, tidak lebih dari jongos dari bankers, ideology dan redzim agama itu..” “Waduuuhhhh…” “ Hari ini, sekolah bubar!!!”

Candra Kirana

Dibawah sinar rembulan purnama semanis wajah Dewi Sekartaji, tiba-tiba saja, ada yang bertanya, apakah yang sedang saya renungkan (?) Saya sampaikan padanya, alangkah indah dunia ini bila kita dapat; Membubarkan Negara & segala instrument-nya; Meniadakan seluruh perbankan di dunia; Menghapuskan militer, kekerasan dan penjara; Membubarkan institusi agama & spiritualisme; Meniadakan ras dan bangsa-bangsa; Menghapuskan kepemilikan individu dan kelompok; Bila saja itu terjadi, maka kehidupan akan selalu mempesona, seindah cahaya rembulan.. Jakarta, 28 januari 2013, dini hari.

TEN COMMANDMENTS

SEPULUH PERINTAH ALLAH < Dekalog, sepuluh perintah Tuhan melalui perantaraan Musa > Lalu Allah mengucapkan firman ini: Pertama. Akulah Tuhan, Allah-mu, Jangan menyembah berhala, berbaktilah kepada-Ku saja, dan cintailah Aku lebih dari segala sesuatu. Kedua. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,:tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku. Ketiga. Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan. Keempat. Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya. Kelima, Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allah-mu, kepadamu. Ke-enam, Jangan membunuh. Ketujuh. Jangan berzinah. Kedelapan, Jangan mencuri. Kesembilan. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. Kesepuluh. Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu." Bukit Sinai, dalam bentuk dua loh ( tablet ) bebatuan..

Satu Jumat di Bumi Pancasila

Hari ini saya diajak oleh seorang kawan, entah kemana tujuannya, “pokoknya ikut” katanya.. Saya menurut saja, tetapi ketika menjelang siang tiba, saya minta dicarikan tempat shalat jumat, dan mampirlah disuatu tempat orang-orang berkumpul untuk mendirikan sholat jumat.. Tempat itu tak berbentuk masjid, ia hanya sebuah bangunan lapang bersemen, dengan dinding-dinding yang setengah terbuka. Wudhu di air pancuran kecil dari mata air, dan mengalir ke kolam besar yang jernih pula. Disampingnya pula ada kolam penuh ikan, ada tanaman herbal, kebun kecil sayur-sayuran. Selepas sholat, saya duduk sebentar bedialog dengan beberapa orang yang masih duduk ditempat itu. Setiap pagi tempat itu dimanfaatkan untuk mengadakan pelatihan keterampilan, perpustakaan, dan pengasuhan balita, paud dan taman bermain. Siang hari tempat itu untuk kaum remaja yang ingin berdiskusi atau membahas sesuatu atau mendiskusikan berbagai persoalan kebangsaan. Senja hari, tempat itu dijadikan pusat sarana olahraga dan kesenian. Malam hari, dijadikan tempat musyawarah kampung, hajatan, bahkan kawinan. Dimalam penat, tempat ini juga dipergunakan untuk menampung para tunawisma, dan tetamu yang mampir kedesa itu. Sholat fardhu tetap terselenggara berjamaah dengan pasti dan tepat waktu. Dan pada saat terjadi sesuatu, tempat itulah untuk penampungan korban bencana, menjadi dapur umum, bahkan juga untuk menerima tamu-tamu kehormatan dari kota dan kecamatan. ( sayuran, herbal dan ikan kolam itu, dapat dinikmati bagi siapapun jua yang berkenan). “Hari minggu, tempat ini, biasanya untuk kebhaktian bagi yang nasrani” kata seorang “ di hari-hari tertentu, tempat ini juga tempat meditasi dari aliran kepercayaan” tambahnya.. “ Hari tententu juga tempat sembahyang agama hindu atau budha” timpal yang lainnya.. “ Dikolam itu, pada malam hari, banyak juga yang kum-kum dan meditasi disini” kata seseorang yang lebih tua.. Lho bagaimana pengaturannya?, Tanya saya.. “Kita alami saja, saling menghargai, saling menghormati, saling membantu.. Persoalan penyelenggaraan kan tinggal ganti spanduk latar dan menambah property sesuai dengan kebutuhan masing-masing” Didesa ini, tak pernah memercik perkelahian antar kampung. Tak pernah meledak tawuran pelajar. Tak ada kedengkian antar pemimpin agama. Tidak ada penyerobotan tanah oleh para cukong, baik yang pribumi maupun mata sipit. Tidak ada keangkuhan para bangsawan. Tidak ada gertaksambal oknum militr. Tidak ada polisi yang sok jago. Tidak ada juga orang kota yang simpan istrimuda. Tidak ada pegawai negeri yang sok mapan. Tidak ada poligami. Tidak ada cerai hidup. Pokoknya Pancasila! Desa ini memang indah, pegunungan yang gagah, ngarai yang cantik, dan lembah yang dipenuhi buah-buahan.. Semua tumbuh karena cinta, kasih sayang dan citarasa damai yang disumbangkan oleh setiap orang, ketaqwaan oleh setiap pepohann, dzikir burung-burung, doa-doa oleh setiap helai dedaunan yang menadah ke Sang Pencipta.. Tanah jawi, 01 februari 2013

Suatu Bangsa di Titik Nadir

Kelak, kita berjumpa suatu bangsa tertentu dimuka bumi ini, yang; • Subur dan kaya dengan potensi sumberdaya alam, namun rakyat-nya miskin nestapa menyanyat hati.. • Warisannya agung dan adiluhung, namun masyarakatnya hidup nista, kejam dan criminal.. • Pengetahuannya mencapai titik pehamanan yang menakjubkan, namun warganya pandir, rabun jauh, cepat bingung dan gampang ditipu.. • Jumlahnya banyak dan ramai, namun mereka hidup seolah sendirian dan sebatangkara.. • Disanalah Pusat peradaban dan keindahan, tapi jiwanya seolah kering makna, jenuh, bosan dan kehilangan makna.. Seorang bertanya, “ sebab apakah demikian adanya?” Oh, itu karena ada satu generasi diantara mereka hidup dalam wabah KETIDAK-PEDULIAN pada sesama manusia, semesta alam dan nasib bangsanya, Hilangnya ALAMAT KEMULIAAN dan moral kolektif, dan Memudarnya KETULUSAN BERIBADAH kehadapan Illahi, Sang Maha Pencipta. Wallahu’alam bissawab.

Korban Agama

Dirumah seorang spritualis malam itu, kedatangan sekelompok orang dari etnis diluar nusantara. Mereka berlima, dan ketika di Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, masuk ke berbagai agama yang dianggap resmi di Indonesia. Kelima orang ini, curhat kehadapan sang guru, bahwa mereka kecewa dengan agama yang mereka masuki. Setelah masuk agama yang terjadi mereka malah diperas atas nama agama, ada saja sumbangan yang harus dibayar, bahkan rumah Tuhan pun harus dibuatkan oleh manusia.. ( ini aneh-aneh saja, Rumah Tuhan dibangunkan manusia. Apa Tuhan memang tidak bisa membangun rumahnya sendiri?). Rumah-rumah ibadah dibuat mewah, diantara rakyat yang lapar, miskin dan papa. Mereka yang dahulu kompak dan sering berbagi, sekarang seolah ada dinding tebal yang membatasi. Para pemimpin agama-agama itu mengajarkan permusuhan, siasat busuk dan egoisme tanpa dasar. Masing-masing agama merasa telah mengklaim surga atau nirwana-nya masing-masing. Para ummat disuruh berperang bermandi darah, berkorban dengan harta dan jiwanya, sementara Para Pemimpin Agama berdiri mengangkang. Tersenyum dengan jubahnya, seolah tanpa salah dan khilaf. Suci dan Wibawa!. Sandiwara apa ini? Perilaku institusi dan pemimpin agama masing-masing sungguh sangat menjijik-kan, mengajarkan sesuatu yang berbeda dari perilaku masing-masing. Lihatlah pemimpin agama itu ramai-ramai ketangkap polisi karena kasus korupsi, kenakalan kelamin, dan tindakan pidana lainnya. Mereka bicara tentang akhlak, susila, sopan santun, paramitha, dlsb. Tapi nyatanya, pertumpahan darah oleh alasan agama kian marak. Satu agama adalah kekejaman bagi agama lainnya. Dan lebih nista lagi, para agamawan lainnya, akan mengais-ngais proyek rekonsiliasi, toleransi dan berpura-pura menjadi pahlawan perdamaian! Mereka disatu panggung besar, mementaskan komedi kemanusiaan. Para pemimpin agama sibuk menumpuk kekayaan, hidup mewah, keliling dunia, atas nama agama dengan fasilitas dana ummat yang diperasnya itu. Para pemimpin agama itu rata-rata adalah pengangguran, mencari makan dengan mengindoktrinasi kebenaran agama yang dibawahnya, dan hidup penuh kemewahan dari mengatasnamakan Tuhan masing-masing!. Para pemimpin agama di indonesia bahagia nian, mengajarkan mimpi-mimpi kosong, yang rumit dan berliku-liku. Aturan agama dibuatkan seolah bertingkat-tingkat dan penuh mistis. Bahkan sebagian daripadanya dibumbui kedustaaan, khayalan dan ambiguitas. Waktu-waktu produktif sering digunakan untuk mendengarkan omongkosong, penuh ambisi dan logika yang jomplang. Ada juga keinginan sebenarnya, untuk masuk saja aliran kepercayaan, tapi lagi-lagi terkendala, bahwa hampir kebanyakan aliran kepercayaan di Indonesia dibesut oleh aroma kesukuan, egoisme kemuasalan, dan kelompok klan dan kesilsilahan tertentu pula. Cerita-ceritanya kian hari kian klenik, ngelantur dan sulit diterima akal sehat! Terkadang, terbersit keinginan untuk jadi Atheis saja! Tapi celakanya, untuk jadi atheis mereka harus mengunyah pelajaran teori – teori filsafat, teologi, sejarah peradaban dan sosiologi yang membutuhkan energy, waktu dan pemikiran yang tidak sedikit. Dan itu artinya, buang waktu percuma juga.. Terhenyaklah, dipojok ruang tamu itu. Mau ber-agama merasa tertekan, ikut aliran kepercayaan tidak tahan dupa-dupa, dan mau atheis, harus berlelah lagi untuk berfikir. Waduuh.. di Indonesia, memang hidup serba sulit..

Cucian Gelas

Seorang Santri di lingsar lombok barat selalu mencuci gelas dirinya sendiri, untuk itulah akan menjaga 8 ( delapan ) hal yakni: 1. Kesucian; selalu menjaga wudhunya, Qudus jiwanya lahir bathin, sinaran sukmanya yang memancar dari pilihannnya pada: warna, suara, cuaca, aroma, rupa, peristiwa, aura, 2. Keterhubungan ; ia menjaga keterhubungan dengan Allah SWT, Sang Maha Pencipta, dalam dzikrullah yang tak putus, istigfar, tahlil tahmid dan ucapan dzikir selalu bersemi dibibirnya, bergetar dalam batin, dan mewujud dalam sikapnya. Ia selalu menjaga silaturahmi yang kokoh dan upaya penebaran kebenaran dengan cara yang hikmah dan ketauladan. 3. Keberbagian; ia selalu upaya berbagi atas rezeki, karunia dan anugrah yang didapatkanya. Berbagi harta dengan shadaqah, berbagi ilmu dengan suluh, berbagi karunia dengan empati, berbagi anugrah dengan kesyukuran. 4. Amanah Tubuh; ia menjaga amanah tubuhnya dengan puasa, selalu indah pada lapar, menghindari kenyang, makan padat sekali sehari diwaktu malam, mengikuti aturan gizi Rasulullah. 5. Ibadah ; selalu meniatkan seluruh diri, waktu dalam menjadi ibadah, menyempurnakan Sholat berikat waktu pada paket awal 50 rakaat ( fardhu, tahajud, witir, fajri, rawatib, dhuha dan awwabin), dan sering pula ditambah bonus-bonus sholat-sholat sunnah lainnya. 6. Kesemestaan; merawat kesemestaan dalam khadorot, berkirim al fatihah plus al ikhlas pada arwah para guru, pahlawan, leluhur, orang tua, dan ulama, ahli silsilah, dan orang-orang yang berjuang dalam kebenaran. Melantuan pujian-pujian kehadirat illahi dan Rasullullah SAW. Mengurai sifat-sifat Tuhan dalam Asmaul Husna, dan Berdoa bagi keselamatan diri, keluarga, al islam, seluruh sahabat, orang-orang terkasih, kerabat, handai taulan, kaum muslimin wal muslimat, ummat manusia, seluruh makhluk hidup, semesta raya. 7. Keterbacaan; ia selalu mengaji, membaca kitabsuci, menelaahnya menjadi diri, menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, dan menggali makna dikendalaman yang tersirat dan tersembunyi. 8. Kesantunan ; ia batas untuk menyampaikan kata-kata, tak lebih dari 14 kata dalam sehari. Kecuali bila ia memang harus mengatakan sesuatu, ia katakan sejujurnya, sesangkil-mangkusnya. Bahasa tubuh yang santun, kata-kata dalam pengucapan yang jelas, intonasi yang tepat, dan komunikasi yang tepat. Sang Santri mencuci gelas dirinya sendiri, sebelum menerima amalan saleh yang bersamudra luas-nya, tetesan yang lembut menyentuh jemari yang tengadah bagai teratai yang selalu rindu. Lingsar, 24 mei 2013

DASA METARINDU

Sepuluh Pokok Metarindu itu adalah: 1. KEINDAHAN: hidup penuh kenangan, artistik, estetik, etik / kesantunan & kebahasaan. 2. KECENDIKIAAN: daya keilmuan pengetahuan, pembelajaran, medan kesadaran dan kebenderangan 3. KEBAHAGIAAN: kesyukuran, ketulusan, penghargaan dan pencapaian 4. KESEJAHTERAAN: ketercukupan, ketersediaan, keberbagian dan tanpa hutang 5. KEMULIAAN: pengabdian, budi luhur, kemartabatan dan kebermanfaatan 6. KEDIGJAYAAN: kemenangan, daya tahan, daya bangkit dan keunggulan 7. KESEHATAN: jiwaraga, kemasyarakatan / moralitas kolektif, environment / lingkungan dan kesemestaan 8. KEHARMONISAN: kesetimbangan, keselarasan, sinergitas dan kesinambungan. 9. KEKUASAAN: kepemimpinan, tatakelola, transformasi dan ketauladanan 10. KETUHANAN: ketaqwaan, cahaya spiritualitas, keistimewaan dan singkap kerahasiaan.

Titian

Dengan aroma, kita belajar memahami kepekaan.. Dengan suara, kita belajar memahami kesemestaan.. Dengan warna, kita belajar memahami pencapaian.. Dengan waktu, kita belajar memahami keabadian.. Dengan kata, kita belajar memahami kedalaman.. Dengan rahsa, kita belajar memahami kerinduan.. Dengan logika, kita belajar memahami kebajikan..

Spiritualis Desa

Seorang Spirutalis Desa, apapun nama yang disematkan padanya; lebai, mangku, beliyan, sandro, memiliki kehormatan dalam tugas yang mulia bagi masyarakatnya, yakni: Pertama, menjawab segala keluh, yang disebabkan oleh sakit parah yang lama tak terobati, putus harapan atas cinta yang terkhianati, Histeria dan ketakutan atas realitas yang tak tertanggungkan, ketertinggalan atas pencapaian yang sepatutnya ia dapatkan, Ketertindasan dan kezaliman oleh kekuasaan yang sombong, kebingungan atas tak tergapainya pintu-pintu benderang ilmu pengetahuan, kemiskinan yang menyayat hati, juga, ketersesatan imani di jalan yang benderang. Kedua, menggelar karpet merah kebahagiaan bagi setiap jiwa yang membutuhkan. Ketiga, menggurangi beban berat dari sang penanggung yang terseok-seok dalam amanah. Ke-empat, meramu jurus bagi kemenangan Satria Pembela Bangsa, dalam berbagai pertarungan menjawab tantangan negeri dan masyarakatnya. Ke-lima, membimbing setiap rohani menuju keindahan berketuhanan, energy kedamaian bagi alam bumi semesta, dan menebarkan gelombang kebajikan pada setiap jiwa. Ke-enam, mendampingi seluruh proses kehidupan; perkawinan, kelahiran, kematian, pendewasaan, hingga kemaknaan akan kehidupan. Ke-tujuh, menyediakan niscaya atas peristiwa - peristiwa kejut dalam peri kehidupan. Melatih reflek dalam godaan, tantangan, dan tempias dari kegalauan zaman. Spritualis Desa, apapun nama yang disematkan padanya, adalah pintu –pintu keluhuran yang bersahaja. Padepokan Gde Pharne, 17 agustus 2013

Guru Rindu Sejati

Tiadakah kita sadari, bahwa hidup adalah pencarian yang terus menerus bekerja dikedalaman, menjadi patisari dari setiapdenyutnadi, setiap aliran darah, setiap lapis demi lapis kuit ari kita, setiap bungkus demi bungkus nurani kita. Dewi Anjani, menyimpannya dalam cupumanik demi generasi terbaik yang akan lahir di bumi pusat peradaban dunia. Cupumanik adalah metafora dari sifat asali manusia. Hanoman dan kera-kera putih rinjani yang melapangkan jalan menuju pencerahan dipuncaknya yang tertinggi. Cawan dari segala kebajikan atas amanah kekhalifahan di hamparan bumi. Delapan ruas sang cawan kemuliaan, adalah “daya sarwa buthesu” - belas kasih kepada sekalian makhluk, “ksatim” - suka memaafkan dalam rindangnya kesabaran, “anasunyah” - tiadalah mudah kecewa dan menyesal,” saucam” - suci jiwa dan raganya, “anayasah” – selalu menjaga kerendah-hatian atau menggunakan tenaga yang berlebihan, “manggalam” – selalu merawat itikad nan penuh kebajikan dan maslahat, “akarpanyah” – tiada pernah merasa nestapa, miskin dalam jiwa, rautmuka maupun sikap hidupnya yang budi bersemai tumbuh mekar mewangi, “asperabah” – tiada nafsu yang berlebih-lebih pada kenikmatan yang sementara didunia belaka. Kera-kera putih mengisyaratkan agar kita tak terlena pada penampakan di mata belaka, menggali kedalaman makna jauh di substansi yang bercahaya. Cupumanik Astaghina, yang menjadi damba setiap jiwa yang terpilih menjadi Rinjani sebagai pegunungan segala rindu, amsal dari segala pencapaian ruhani yang agung, menuju arsy illahi Robbi. Putri Mandalika, menyimpan segala makna cinta, mengajarkan arti yang terdalam dari kesungguhan penyatuan diri, cinta, keindahan dan pengorbanan. Cinta bagi mandalika adalah kijang-kijang emas yang dirindukannya. Ia adalah persemaian budi yang kini melekat dijiwa –jiwa perbangsa, di rat sasak yang abadi, di pemban kesejatian yang hakiki. Bagai Sang Surya, setiap jiwa hendaklah memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan untuk mengembangkan daya hidup rakyat demi membangun bangsa. Itulah Matahari dari setiap takik-taki k peradaban insani. Bagai Candra, setiap jiwa memancarkan sinar rembulan ditengah kegelapan malam. Setiap jiwa hendaklah mampu memberi semangat kepada rakyat ditengah suka dan duka. Bagai bintang –bintang, bersinar kemilauan ditempat yang tinggi hingga menjadi pedoman arah. Setiap jiwa hendaklah menjadi suri tauludan dalam akalbudi dan pustaka. Menjadi titian bagi kecerdasan yang menjawab segala pertanyaan, melapangkan segala kesempitan, mengobati segala luka, memuliakan segala yang nista. Membangun segala yang runtuh. Bagai Angkasa, Dirgantara yang luas tak berbatas. Setiap jiwa hendaklah mampu menampung apa saja yang datang padanya. Setiap jiwa adalah ketulusan bathin dan kemampuannya mengenalikan diri dalam berbagai aspirasi, ekspresi dan beragamnya karakter insani. Bagai Maruta, angin yang selalu jujur pada ruang dan waktu. Setiap jiwa adalah haruslah bagian tak terpisahkan dari degub nadi penderitaan saudaranya. Tiadalah beda setiap wadag bagi cinta yang agung. Adakah setiap jiwamu menyimpan cinta bagi kemanusiaan, bagi mereka yang kalah, tersingkirakan, tersisih, dan nestapa. Adakah tanganmu menjadi selendang yang menyeka airmata menjadi sumringah senyum bahagia ? Bagai Samudra, Setiap jiwa hendaklah selalu menawarkan kasih sayang yang luas membiru. Kasih sayang yang merupakan tetes kasih sayang Illahi Robbi, Tuhan Penguasa Alam semesta. Bagai Dahana, api yang membakar segala ketersesatan. Setiap jiwa hendaklah berani menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Pantang mundur pada tantangan zaman. Menghunus keris melawan kebodohan, dan mengepal tangan melawan penindasan, walau dilakukan oleh beribu-ribu kekuatan sekalipun jua. Dan bagai bhumi, setiap jiwa hendaklah rendah hati, memberi manfat pada siapapun yang berharap padanya. Memberi buah yang ranum pada setiap kerja-kerja yang nyata pada nafas kehidupan. Tiadalah bhumi akan mengecewakan hatimu, bila engkau jujur padanya. Tiadalah bencana kan tiba bila tiada maksud Tuhan yang bersirat indah dalam setiap getarnya. Bhumi dalam jiwamu adalah bentuk terbesar dari bumi yang ada di kaki kita semua. Karena bhumi dalam jiwa, adalah roh illahi yang ditiupkan lewat Ruh Adam, dan cahaya, bagi mereka yang merindu, adalah cahaya binar dari keindahan akhlaq dan kepemimpinan Rasullullah SAW dan para nabi-nabi. Duhai pangeran perkasa, pada hasta-bratha itulah kesejatian dirimu, kata putri Mandalika kepada pelamar – pelamarnya yang datang denganraut wajah penuh pura-pura. “Jangan engkau datang karena rayumu penuh luka, wajahmu penuh bopeng ketidakpedulian, tanganmu bersaksi dari niatmu merampas harta rakyat, mulutmu penuh dengan kosakata yang nista, gagahmu hanyalah baying-bayang dari nadirnya keimanan” Hamba inginkan kijang-kijang emas itu sebagai perlambang cinta yang agung, kaki kaki keimanannya adalah daya lompat untuk pulang menuju kesejatian, dan biota laut yang kupersembahkan padamu, sebagai tanda penyatuan seluruh energy semesta alam dan kehidupan. Hasta-bratha dalam jiwamu, dalam sikap lakumu, dalam pikiran dan kecerdasanmu, dalam cita-citamu. Dewi Anjani mengajarkan kita pencapaian illahi dari sikap laku yang indah namun mencapai puncak-puncak pegunungan segala rindu. Putri Mandalika mengajarkan kita pada kesemestaan cinta yang agung, pengorbanan yang tulus, dan keduanya mengajarkan kemauan kita untuk menyatu diri dalam firman-firman-NYA. Maka lahirlah cupu manic, cawan ketinggian budi, bagi siapa saja, yang menempatkan firman –firman Allah SWT, menjadi diri dalam diri-nya sendiri. Membayar tunai pertanyaan; siapakah hamba, dimanakah hamba, mengapakah hamba, bagaimanakah hamba dan hendak kemanakah hamba (?) Biota laut itu hanyalah sebagai permisalan atas kemauan kita luruh dalam alam, menjadi tak terpisah dari denyut harmoni yang selaras budi, memelihara diri sebagai kekhalifahan kita semua. Disini, di tempat yang orang-orang yang sadar akan pentingya kemauan untuk merubah diri menjadi lebih baik, itikad bulat untuk mengenal diri sendiri. Inilah tanah bagi kaum mengalami pencerahan, ini tanah lapang bagi yang hijrah, di darul muhajirin. Hamparan makna, yang bertawar padamu, bilakah engkau petik setangkai saja, agar ruangbathinmu semerbak mewangi. Disinilah dua pandangan menyatu, menatap rinjani sebagai ketinggian budipekerti dan kesungguhan dalam ibadah yang tulus dan penuh kebeserah-dirian. Disinilahn pula, kita bisa menatap samudra hindia, lautan luas yang mengantar kelapangan jiwa, tawaran pada pencerahan yang sempurna. Itulah guru rindu yang sejati, adalah ketika jiwamu yang senafas dengan cupu manic astaghina, dan dirimu adalah wujud raya dari Hasta-bratha adalah bekal yang titipkan oleh alam semesta pada jiwa yang berkenan menggapainya. Karena itu, terimalah kebenaran Al Qur’anul Karim, sebagai Guru Rindu Sejati. Yang bekerja indah pada akalbudimu, pada setiap hela nafasmu. Bertanyalah pada dirimu sendiri, dimananah rindumu yang sejati (?) Siapakah Tuhan Yang menciptakan seluruh hidupmu. Bertanyalah dalam kesetianmu pada manik Deside Allah SWT. Dalam Kitabsuci yang menjadi darah dan nadimu. Bertanyalah, dalam sunyimu, dalam kalbumu.. Padepokan gde pharne, 2013 shri lalu gde pharmanegara parman

Harkat Jiwa Sasak

Sebagai proses kekhalifahan didunia, selalu kita terantuk pada pertanyaan asali dan asal. Pertanyaan asali, siapakah saya (?), siapa ingsun, siapa sira, dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya. Dan Pertanyaan tentang asal; darimanakah saya (?) Turunan pertanyaan pertama, menjadi : Wirasa, Wiraga, Wi Turunan dari pertanyaan kedua inilah yang berorietasi pada sejarah, silsilah, dan waktu. Bangsa memberikan momentum penting untuk dua pertanyaan itu adalah pada saat kelahiran, menanjak dewasa, perkawinan, permashuran dan kepaten. Untuk itulah ranah insani dapat dilihat dari beberapa sisi yang merupakan satu kesatuan yang utuh, yakni Wiraga atau perilaku hidup sehari-hari, Wirasa atau nurani dan tuntunan ilahiah, wirama atau keharmonisasan alam, diri dan masyarakat, Wirupa atau kesungguhan berkarya dan mengabdi bagi kesejahteraan, kemuliaan dan kemanusiaan. Nilai indeks-nya dapat disebut sebagai indeks pencapaian manusia sasak. Nilai indeks itu, tepatri dalam pola hidup ; ketika lahir dalam nama, ketiak menanjak dewasa, disebut sesebutan, ketika perkawinan menjadi ajikrama, ketiak pemashuran menjadi gelar, dan ketika kepaten menjadi monument kenangan. Untuk Patri Ajikrama, maka nilai indeks itu, dapat diuraikan, sbb: 1. Nilai Indeks 7, artinya ia mampu memahami martabat tujuh. Hal ini menunjukkan bahwa manusia hidup, dan tahu tentang dasar-dasar kehidupan. 2. Nilai indeks 17, artinya memahami martabat tujuh sebagaimana diatas, plus sedulur papat lima pancer dan Panca Ubayaning Sandhi. 3. Nilai indeks 33, artinya sebagaimana pencapaian 17, ditambah cupu manic astaghina dan hastabrata. Astaghina merupakan pelajaran filosofis dari Dewi Anjani, dan Astabratha, adalah ibrah yang sangat mengagumkan dari cinta Sang Putri Mandalika. 4. Nilai indeks 66, merupakan pencapaian setelah nilai indeks 33, dengan takik selanjutnya, yakni Tripama, 4 sifat rasulullah ( siddiq amanah tabligh fathanah), Sad Warnaning Rajaniti, Dasa Dharma Perbangsa dan Dasa Pasanta. 5. Nilai indeks 99,merupakan pencapaian setelah indeks 66, dihiasi dengan Pancaniti Dharmaning Prabu, catur nawa sandhi, catur pawerti, sasmita amrih lantip yang berjumlah 4, Subasita yang berjumlah 9, Niti sastra yang berjumlah 6, ditambah Basa Basuki, sehingga menjadi 99, dan disempurnakan oleh Guru Sejati atau Tauhid jati, menjadi 100. 6. Nilai indeks 200, yang dianggap sebagai kelipatan dari indeks 99 merupakan bentuk penemuan kesejatian yang berpintukan 99 asmaul husna disempurnakan anugrah keterpilihan untuk mencapai Manunggaling Kawula Gusti, suatu tingkat astral tertinggi, dan berkedudukan sebagai kekasih Allah SWT, yang terwujud dalam seluruh perikehidupannya. Siapa saja, yang mencapai tingkat ini, maka akan diperhelatkan sebagai Raja bagi orang sasak. Bila kini, dianggap belum ada Raja, maka sejatinya, masyarakat sasak belum benar mendapatkan pencerahan dari orang-orang yang telah mencapai tingkatan tertinggi ini. Masyarakat Sasak sedang menanti penuh harap akan datangnya seseorang dengan pencapaian Manunggaling kawula lan gusti, yang setiap kata-katanya berkesesuaian dengan Firman Allah SWT, baik secara tersurat, tersirat maupun tersembunyi. Insan yang laras dan terus berupaya menyesuaikan diri dengan Manik Deside Allah SWT itulah, disebut dengan MENAK, sebagai setangkai doa, agar setiap MENAK tersebut benar-benar mencapai derajat Kekasih Allah. Dan Para Datu, adalah MENAK sasak yang dianggap sedang menjalani patrap menuju titik terindah keridhoan ilalhi. Wallahu alam bissawab Padepokan Gde Pharne Shri Lalu Gde Pharmanegara Parman