Jumat, 08 Mei 2015

Negeri tanpa Agama & Penjara

Suatu negeri, entah kapan dan dimana, telah mencapai tingkatan yang sangat khusus, karena sudah mampu me-likuidasi, beberapa hal, yakni: 1. INSTITUSIONALISASI AGAMA. Agama sudah tidak lagi dalam bentuknya yang garang, penuh tipudaya, dinding-dinding tebal, hukuman, dan sinisme. Agama dimasa itu, sudah menjadi diri sendiri, meresap dalam kehidupan sehari-hari, menjadi pencapaian pribadi dan kolektif, dan TUHAN sudah sedemikan dekat, akrab, dan menjadi sinaran pribadi dan kolektif. Tidak ada lagi “naik haji” yang hanya menguntungkan orang arab, dan menjadi bahan korupsi dan permainan kuota yang rabun dan memiskinkan rakyat kecil yang terbuai oleh mistisme agama. Tidak ada lagi pembangunan masjid, gereja, pura, vihara, klenteng dlsb yang menghabiskan dana rakyat. Tidak ada agama import, yang sok kebarat-baratan, kearab-araban, ke india-indiaan, dlsb. Semua hidup sedia kala bersahaja. Tidak ada misionaris, juru dakwah dan berbagai jabatan lain yang meng-eksploitasi rakyat. Agama sudah mencapai patisari yang tanpa lembaga, tanpa promoter dan tanpa provokasi. 2. PENJARA sudahkosong melompong, dijadikan museum atau apa saja sesuai kebutuhan masyarakat setempat. Penjara sudah tidak memiliki narapidana, lembaga –lembaga hukum sudah bangkrut karena tidak lagi yang berminat untuk menjadi penjahat, koruptor, dan penghasut. Semua sudah merasa kebajikan adalah diri kita semua. Adapun salah keliru yang merupakan wujud kemanusiaan diterima dengan saling ikhlas, saling ridho, saling memaklumi, saling memaafkan, dan saling mengasihi. Niscaya juga Pengadilan bubar, reserse nganggur yg akhirnya mengundurkan diri, sarjana hukum karena sudah tidak ada klien memilih menjadi petani atau nelayan, karena itu lebih menantang. 3. MILITER adalah pengeluaran yang tidak penting sama sekali. Tidak ada musuh, tidak ada negara dalam bentuknya yang galak dan penuh amarah. Anggarannya dipangkas habis, karena memang militer hanyalah pemborosan dari negara-negara yang penuh prasangka dan schizophrenia. 4. RUMAH SAKIT sepi pasien, dan akhirnya dibubarkan. Semoga orang memahami pola hidup sehat ( PHS), Sekolah Kedokteran tidak lagi favorit, karena memelihara kesehatan dan merawat lingkungan sudah menjadi keniscayaan setiap orang. Mungkin yang tertinggal hanyalah sekolah kebidanan yang membantu persalinan. 5. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT sudah tidak percaya lagi, karena untuk menyampaikan pendapat bisa secara langsung kepada pemimpin yang diberi amanah. DPR selama ini hanya lembaga pemborosan yang menghabiskan uang negara untuk bertengkar, dan saling sikut. Moral rusak para anggota legislative juga menyebabkan orang sudah terlalu muak dengan lembaga legislative. Otak buntu, nafsu mengebu-gebu.. oh, hanyalah negara primitive saja yang masih membuat DPR di negerinya. Sudah kepanikan demokrasi yang rabun kejujuran. 6. BIROKRASI ternyata sudah tidak perlukan lagi. Masyarakat sudah bisa melayani dirinya sendiri, PNS bubar semua, karena lebih memilih menjadi pekerjaan sebagai pedagang atau perawat sayuran, atau apa saja yang baik, bijak dan halal. Semua orang bekerjasama untuk saling melayani, Tidak ada lagi APBN yang dibebani belanja pegawai, penghematan besar-besaran dilakukan oleh para pemimpin nasional, propinsi dan kabupaten / kota. Sebuah negeri yang partisipatif dengan kesadaran yang tinggi. 7. BURUH juga sudah tidak ada lagi, karena semua orang sudah berwatak gotong royong, Semua pabrik adalah karya koperasi dan kerjasama masyarakat. Tidak ada boss, tidak ada buruh,. Semua orang bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan produksi di negeri ini. Tidak ada demo, atau kemewahan para direktur, karena semua setara, dengan pembagian tugas yang saling memahami. 8. BANK dan UANG KERTAS sudah tidak ada lagi, karena itu hanya cara penipuan dan eksploitasi sumbedaya rakyat. Mereka kembali ke permata sebagai alat tukar untuk tingkat tinggi, dan barter standard yang saling mengikhlaskan. APBN bisa sangat hemat, hutang luarnegeri zero, dan bisa membantu negeri-negeri miskin, dan tersesat jalan oleh ilusi demokrasi, agama-agama import dan imperliasme global. Wallahu’alam bissawab Mataram, 30 november 2014

Metamorfosa Agama-agama; Hantu Terkejam di dunia

Dengan sangat hati-hati seorang bertanya, apa sich resiko dan bahayanya apabila agama masuk disuatu wilayah atau kampung (?). Seraya merenung, ada seorang yang mencoba mengurut etape masukknya agama: Tahap pertama, agama masuk membawa pencerahan, menyelesaikan urusan sosial, menenangkan jiwa yang kendor dengan berbagai macam peribadatan, memperbaiki moral umum, menghargaai persoanalitas dan membentuk manusia yang santun dan berbudi. Tahap kedua, agama akan memperjuangkan keadilan, menciptakan pola kebersamaan dan menginisiasi fasilitas umum dan fasilitas sosial. Agama akan menjadi pelopor gerakan ekonomi rakyat, menyemarakkan masayrakat dengan seni dan keindahan. Memperkaitkan hubungan dengan upacara kawin mawin. Tahap ketiga, agama akan masuk dalam pemerintahan dan kekuasaan sosial, ekonomi dan politk. Agama akan menyuntikkan nilai-nilai baru yang sesuai dengan agama tersebut. Tahap keempat, agama akan menguasai seluruh asset produksi, merebut kekuasaan, menjadi penguasa, memegang otoritas kebenaran, dan memecah belah kekeluargaan dan kebajikan yang diwariskan secara turun temurun. Tahap kelima, agama akan menjadi alat untuk memeras rakyat atas nama Tuhan, agama menjadi mesin penipuan yang besar, senjata yang kejam, dan alat menindas yang massive. Agama akan menjadi otoritas kebenaran yang tak terbantahkan, dan apabila melakukan penyangkalan, akan dijerumuskan kedalam ruang nista yang kelam, pahit dan nestapa. Agama akan terbahak-bahak diantara eksploitasi manusia, pemerasan yang sistematis dan alat menghisap yang paling berbahaya. Agama akan melegalkan seluruh tindakan tokoh pendukungnya untuk melakukan tindakan apapun dibawah bendera agama tersebut. Perampasan lahan, pelecehan seksual, pembunuhan, penipuan, pembungkaman dlsb. Agama menjelma menjadi hantu yang paling mengerikan, yang pernah ada di muka bumi ini. “ah masa begitu”, kata sebagian orang. “ah, saya gak percaya” tukas sebagian lainnya. Cikini, 10 Desember 2014, memperingati hari HAM sedunia.

Andriana Ingin

Seorang gadis kecil, bernama Andriana ingin sekali mencintai Tuhan, tapi tidak lewat institusi agama, karena agama hanyalah sekumpulan bisnis dan permainan kekuasaan & kekerasan, walau tidak juga lewat aliran kepercayaan, manipulasi psikologis, dan kedunguan interpretative terhadap alam. Andriana ingin sekali menjadi pembelajar yang baik, tapi tidak lewat institusi sekolah formal dan perguruan tinggi, karena sekolah formal hanyalah sekumpulan bisnis dan permainan kekuasaan kognitif, penuh tipudaya yang membuat manusia menjadi robot-robot zaman. Andriana ingin sekali menjadi suatu masyarakat yang merdeka, tapi tidak lewat institusi negara, karena negara hnyalah sekumpulan bisnis dan permainan kekuasaan & kekerasan yang dibenarkan oleh konstitusi yang dibuatnya sendiri. Andriana ingin..

5 fokus 2015

Mengupayakan 5 (Lima) fokus penting, 2015 : 1. Merekonstruksi Medan Kesadaran sebagai pangkal dari Agama & CIKRI ( cinta, iman, keyakinan, rahsa & ideologi ) 2.Menata pola hubungan antar manusia secara mondial, untuk mendekonstruksi negara dan sistem komunitas. 3. Membuka akses menuju horison ilmu pengetahuan dan segala rahasia kedalamannya untuk menjadi jalan pencerahan bagi seluruh ummat manusia. 4. Merevitalisasi dayabudi sebagai modal dasar keberadaan manusia sekaligus menjawab bebagai keluhan manusia secara individu dan kolektif dalam semesta kebajikan dan komposisi berkeindahan. 5. Mengkristalisasi Energi & element astronomik untuk konsensus harmoni berkesinambungan.. Insya Allah, Kolaka, April 2015

Agama yang dikhianati oleh Keyakinan dan Kepercayaan

Dalam sebuah diskusi kecil di boulevard pantai mandra kolaka Sulawesi Tenggara, ahad, 26 april 2015, salah seorang diantaranya menyampaikan, ternyata Agama telah dikhianati oleh KEYAKINAN kepada eksistensi Tuhan dan KEPERCAYAAN pada aturan-aturan yang melekat didalamnya. Keyakinan & Kepercayaan itu bersifat temporer, insidental, dibatasi ruang, dibatasi waktu dan dikurung oleh peristiwa-peristiwa. Agama yang merupakan Manifestasi Ketuhanan, telah dijebak dalam manipulasi psikologi, bisnis instrumentatif, pola hubungan social dan sejarah komunitas. Agama telah dikudeta oleh keyakinan dan kepercayaan agar masuk keruang gelap yang penuh dengan pertentangan, konflik global, perdebatan remeh temeh, kebuntuan epistemologis. Agama direkayasa agar gagal membuktikan dirinya sendiri. Banyak upacara-upacara agama berubah menjadi lahan bisnis, tokoh-tokoh yang berpura-pura mewakili agama mencari nafkah untuk kehidupan sehari-harinya, menjadi dalih pembenaran untuk eksploitasi seksual dan dalam bentuknya yang massive menjadi media untuk pemasaran alat-alat perang dan pembunuhan. Agama telah dihancurkan oleh ketamakan manusia, watak yang licik, dan pencarian jatidiri yang tersesat. Agama dibuat hanya sebagai symbol dan institusi belaka. Dan dibalik itu semua, system keyakinan dan kepercayaan menjadi tameng, yang seolah-olah benar dan menjadi otoritas kebenaran mutlak. Dibalik topeng itu, ia hadir dalam wajahnya yang menjijikan; haus darah, gembira dengan penderitaan, rakus dan lupa diri. Semua kawan-kawan mencoba mencerna, ada yang paham tersenyum-senyum, yang bekira-kira sedikit manggut-manggut, tapi sebagian yang gagal, cemberut. Mekongga, 26 april 2015

Peradaban Tinggi dan Rendah

Kadang kita sulit sekali, membedakan ciri-ciri peradaban yang tinggi dan rendah.Namun amerika telah menyediakan jawabannya secara rasialis. Para kulit putih diberikan kesempatan untuk mendapatkan posisi dalam peradaban tinggi, sedangkan untuk kulit hitam dan berwarna diberikan kesempatan pada peradaban rendah. Lantas, yang diterjemahkan peradaban tinggi itu yakni pada ranah Pengetahuan dan Strategi Kebangsaan, dan yang diterjemahkan sebagai peradaban rendah itu yakni Olahraga dan kesenian. Para kulit hitam, dihambat sedemikian rupa sehingga untuk dapat menyentuh pendidikan tinggi, dan jabatan-jabatan strategis dalam kemiliteran, intelegensia dan persoalan internasional. Sedangkan kaum kulit putih didorong agar terus memperdalam ilmu pengetahuan dan persoalan kebangsaan secara lebih utuh dan komprehensif. Bahwa ada sesekali, profesor berkulit hitam, jenderal berkulit hitam atau seperti juga Obama Presiden berkulit hitam. Hal itu, tidak mulus sama sekali. Tantangan rasial yang dihadapinya tidaklah kecil dan tidaklah mudah untuk dilintasinya. Hanya dengan sebuah penjaminan dan pressuer tertentu hingga Obama, Jenderal Colin Powel adalah sedikit dari mereka yang lolos dari jebatan yang superbanyak di negeri itu. Sesuatu yang hendak saya sampaikan adalah hentikan untuk terlalu bangga pada olahraga dan kesenian, karena disisi lain itu hanya menunjukkan betapa rendahnya tingkat peradaban suatu bangsa. Atau cobalah, kita susuri jejak Freemansonry dalam karya bhaktinya di Indonesia. Gerakan inilah yang mensponsori hampir seluruh event kesenian, olahraga dan philantrophy ( kedermawanan). Sesuatu kegiatan yang sangat mulia disatu sisi, namun sekaligus menunjukkan tingkat kemampuan berbuat baik yang naif dan dungu. Pada tingkat elite, Freemansonry hanya mengorientasikan diri pada 5 ( lima ) pokok saja, yakni : Penguasaan sumberdaya mineral, Kepemimpinan ( leadership), konstitusi ( sistem hukum) perdaganngan ( trade), dan Keuangan ( finance). Diluar itu, dilepas sebebas-bebasnya, bahkan untuk kesenian, olahraga dan philantrophy dijadikan suatu kamuflase kemuliaan. Celakanya, para importir agama-agama dengan nafsu rendah itu, menyerahkan menjadi antek-antek freemansonry dalam berbagai keterbatasan hidupnya. Jadilah bangsa ini, menjadi kumpulan orang-orang yang miopik ( rabun jauh), rawan konflik horisontal dan berselera rendah pula. Pada tingkat akutnya, negeri yang subur ini penuh dengan hutang, perang saudara, kebencian antar suku dan eksploitasi seksual yang berlebih-lebihan. Sungguh, ada pentingya kita menyadari bahwa estetika itu telah dihancurkan nilai substantif-nya di hadapan mereka yang pelupa, enggan belajar sejarah, dan malas menyusuri jejak makna, mungkin saja begitu. Mekongga kolaka sultra, 27 April 2015

Teater Eksekusi Narkoba

Sebagai seorang peminat teater, terus terang saya kagum pada pentas besar yang telah ditampilkan oleh Presiden Republik Indonesia, dalam repertoar berjudul “Eksekusi Narkoba”. Jokowi telah benar-benar titisan Soekarno dalam memahami “Negara sebagai Teater, Politik sebagai Panggung, Kasus sebagai Naskah dan Diplomasi sebagai Dialog”. Dalam proses ini, ada bebarapa hal penting dalam Teater ini, yakni : 1. Jokowi sedang menegaskan bahwa Narkoba adalah bahaya terbesar kemanusiaan dan peradaban, sehingga harus segera di basmi dan dikurangi hingga suatu penggunaan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. 2. Jokowi sedang menegaskan bahwa siapapun yang “bermain-main” dengan narkoba akan menghadapi hukuman mati, yang sedang dipentaskan sebagai sebuah genre HOROR yang mengerikan dan penuh ketakutan. Kematian yang merupakan peristiwa sehari-hari di masyarakat, setiap menit di jalanan, atau setiap detik di medan-medan perang, di rancang secara dramatis dalam proses yang mendebarkan. Tindakan menunda, memberikan kesempatan untuk melakukan pernikahan, atau bahkan saling peluk, semakin memperkuat kesan dramatis dari peristiwa kematian yang sejatinya merupakan hal sangat lazim di kehidupan kita. “Kullu nafsin jaikatul maut”, sesungguhnya semua yang hidup akan mati, dilupakan sebagai philosofi daur hidup, dan sementara tidak disuarakan dihadapan public. Para guru-guru tasawuf, penghayat kepercayaan dan kaum kebatinan, tidak dilibatkan agar kesan mengerikan dalam kematian semakin menyayat. Televisi-televisi swasata yang notabene berpaham sekuler dan “takut mati” semakin manambah proses eksposisi dari drama itu. 3. Jokowi dengan cerdas membalas tindakan-tindakan arogansi Australia yang sering kali merasa diri lebih tinggi dari bangsa-bangsa di nusantara. Kasus penyadapan yang selama ini mengesankan bahwa mereka tahu seluruh rahasia Negara ini, di test dengan cermat oleh jokowi. Gertakan akan membuka aib pemilu, dijawab lugas dengan semakin mendramatisir duo bali nine. Mereka dibiarkan melalukan tindakan-tindakan “improvisasi” yang justru meneror psikologis bangsa Australia tersebut. Jokowi hendak memberikan kesan pada dunia, Australia tidak punya kekuatan apapun di Indonesia. Dan setelah dihitung-hitung secara ekonomi, ternyata Australia akan mengalami kerugian yang cukup besar bila harus memutuskan diplomasi dengan Indonesia, demikian juga pada sector budaya, pendidikan, dan politik kewilayahan. 4. Jokowi dengan cerdas bertindak pada momentum yang tepat dengan memberikan penundaan pada Mary Jane. Hal ini memberikan kesan bahwa Pemerintah Indonesia sangat mempunyai jiwa kemanusiaan, berperadaban tinggi menjunjung hukum, dan berpihak rakyat jelata yang menjadi korban trafficking. Pembebasan ini sekaligus pula dijadikan upaya untuk membedakan NGO yang idealistic kemanusiaan dan NGO yang merupakan bagian antek-antek asing, yang bernotabene bersuara lantang hanya karena pesanan pihak2 luar. Hal ini awalnya menjadi bahan pertimbangan yang serius, karena para NGO tersebut, ngotot dimenit-menit akhir, justru ketika setelah Jokowi mengkritik Negara-negara utara yang kaya dan PBB di forum KAA. Bagian dari ini juga menjadi upaya untuk memilah para pendukung / relawan yang sejati mencintai bangsanya, dengan pendukung yang sebenarnya memiliki interest pribadi yang kekanak-kanakan. Disisi lain, jokowi juga berkepentingan terhadap kekompakan ASEAN yang merupakan basis pijakan dalam politik internasional. Serta merta Manila bersorak gembira, mengelu-elukan JOKOWI dan menganggap ini adalah anugrah Tuhan, yang jatuh dari tangan Presiden Indonesia. 5. Teater Eksekusi ini menjadikan Indonesia pusat perhatian dunia. Lihatlah para kepala Negara berkepentingan berkomunikasi dengan Jokowi, untuk mendapatkan credit point sebagai pahlawan, untuk mendapatkan simpati rakyatnya masing-masing Seluruh Negara yang hari ini memiliki warga yang menjadi waiting list eksekusi mati berikutnya, akan dengan cermat menghitung ulang hubungan dengan Indonesia. Disinilah Tarik menarik antara wibawa sebuah bangsa dan kepentingan ekonomi politik Global. Dengan bargaining Waiting list yang jumlahnya ratusan orang itu, Pemerintah Indonesia hendak mengatakan. “ ayo sekarang mau apa?”. Tantangan itu, memberikan peringantan agar jangan coba-coba untuk meremehkan Indonesia dipentas politik dunia; Jangan sekali-kali meloloskan narkoba dibandara masing-masing; Jangan coba-coba buat pabrik narkoba di negeri kami; dan Jangan jadikan Indonesia sebagai pasar narkoba dunia. Babak Pertama Teater Eksekusi sudah selesai, semua kameraman dari berbagai penjuru negara, sudah siap-siap pulang kampong, dengan membawa impresi-nya masing-masing. Tarik nafas sebentar, tunggu babak II dengan jumlah pemeran dan kru yang lebih banyak. Wallahu’alam bissawab Jakarta, 29 April 2015