Selasa, 27 Agustus 2013

Ramadhan dan Pembelajaran

Berkunjung pada puasa hari pertama, disebuah desa pelosok di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, saya mendapatkan pembelajaran sederhana tentang impresi keagamaan: Sebagian orang pertama, beragama menurut keyakinan dan tradisi, Apa yang diyakini adalah bagian dari tradisi dan kearifan.. Menuruti perintah dan arahan dari Penghulu Desa. Agama adalah ketaatan pada para menak dan tuanguru. Kadang keputusan yang dibuat oleh mereka berdasarkan kepentingan ekonomi dan politik dari pihak penguasa yang bekerjasama dengan para bangsawan itu. Namun orang-orang itu telah dengan senang hati terjebak dalam lumpur tradisi, Titah Sang Ningrat yang tak boleh dibantah, karena ia adalah tuan tanah di daerah itu, dn menguasai lahan pertanian yang luas, Dan Sang Tuan Guru sebagai Kyai Agung adalah otoritas kesalehan yang dengan sesukanya mengatasnamakan Tuhan, Al Qur'an, Rasulullah dan hapalan-hapalan bahasa arab lainnya. Dan menak -menak itu, seperti juga sebagian para sultan, dan raja ditempat lain, sama butanya tentang agama, kecuali tradisi yang diturunkan padanya, bersama dzikir-dzikir dan shalawat penuh barakah, yang diduga tidak dimengertinya sama sekali. Sebagian orang kedua, beragama menurut akalbudi. Semua hal seolah-olah harus ada alasan, argumentasi dan diskripsi yang ilmiah. Semua jenis ilmu pengetahuan bekerja padanya untuk membenarkan segala tindakannya. Semua hal harus ada dalil, baik aqli maupun naqli ( dalil logika maupun dalil yang berdasarkan nash). Kaum akalbudi, menempatkan pengetahuan dan kebajikan menjadi garda segala tindakan dan perilakunya. Akal berbatas pengetahuan, pengetahuan berbatas pendalaman, pendalaman berbatas kemampuan otak masing-masing. Pada labirin itu ia bergerak menciptakan kebajikan yang diyakini sebagai peradaban agung, mulia dan penuh harapan. Sebagian orang ketiga, beragama menurut medan kesadaran. Ia tak terikat oleh kebenaran yang terus menerus dipelihara oleh tradisi. ia mengganggap bahwa keputusan pemerintah adalah perbuatan nihilis yang nista, karena pemerintah tak akan pernah berpihak kebenaran hakiki. Redzim suatu pemerintah adalah mesin propaganda dari kepentingan-kepentingan yang membelit pada kompleks persoalan kenegaraan. Ia pun mengganggap bahwa ilmu pengetahuan manusia tak mampu menjangkau rahasia ketuhanan. ia melihat bahwa kebajikan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai relatif yang bekerja di masyarakatnya. Ia pun ingin mendapatkan kebenaran yang khanif seperti Ibrahim AS, atau kecerdasan seperti Musa AS, ataukah ketulusan seperti Ismail AS. Kesabaran seperti Dawud AS. Kemampuan menterjemahkan petanda penanda seperti Idris AS. Kepeloporan seperti Adam AS. Ketabahan seperti Isa AS, atau ketauladanan seperti Rasullullah SAW. Agama bukanlah dongeng, bukan kumpulan doktrin yang mengikat kaki dan kepala, bukan pula sekumpulan cara meng-eksploitasi manusia. Agama adalah kebenaran faktual. agama adalah jalan terindah sepanjang masa, agama adalah pembebasan dari segala tipudaya syetan. Sebagian orang ketiga, menjadikan dirinya sendiri sebagai perwujudan agama yang binar. Senja itu, matahari dicolek gerimis yang indah. Saatnya pulang untuk mempersiapkan berbuka, sekedar manisan atas hidup yang sementara belaka. salam

Tidak ada komentar: