Selasa, 27 Agustus 2013

Bila Sang Waktu

Setiap kita, bekerja dalam waktu, terkadang seolah-olah berkejar-kejaran. Waktu telah menjadi teman, pesaing, bahkan kekasih. Banyak orang yang sangat hemat waktu, sementara sebagian lainnya mengulur-ulur waktu. Petanda penanda waktu bergerilya disepanjang kota, jam-jam menara di pusat persimpangan-persimpangan jalan. Dikamar penantian praktek dokter tertulis “ Ruang Tunggu”, seolah waktu sedang sengaja mencolek kegelisahan. Belum lagi “jam berkunjung”, “jadwal kegiatan”, “schedule kegiatan”, dlsb. Seolah setiap orang, menjadikan dirinya nafas dengan Sang Waktu itu. Nenek tua itu, perawan suci dari perbukitan yang sepi, terus bertanya-tanya. Hari-hari yang diantara dzikir gemercik air, doa dedaunan yang tulus, shalawat burung-burung, terus menjadi lagu bagi kehidupannya. Ia terus mencoba merenungkan tentang Sang Waktu. Ia bertanya, menjawab, bergugat, bersangsi, tentangnya : 1. Siapakah sejatinya pemilik Sang Waktu? 2. Siapakah gerangan yang melahirkan waktu, dan bilamanakah kelak ia akan mati? 3. Apakah Sang Waktu benar-benar ada dan nyata dalam perikehidupan kita? 4. Adakah perjalanan sang waktu bersifat universal dan objektif, ataukah hal itu hanya terkait dengan interpretasi, imaginasi dan persepsi kita tentangnya? 5. Bagaimanakah hubungan antara ruang, waktu dan peristiwa? ( Deca, kala, patra) 6. Bagaimanakah anatomy Sang Waktu? 7. Dimanakah rumah Sang Waktu, dan dimanakah pula ia bekerja? 8. Siapakah sebenarnya “gadis sejarah” yang diperebutkan sebagai piala kebenaran? Narasi, structuralism, atau pasca-modernisme yang membaginya menjadi kecantikan yang berbeda-beda. Sementara di belahan lain, pengagum-pengagum sang Gadis Sejarah, mengutip namanya sebagai rindu yang buta. Sungguh, ia sebenarnya tak ingin mempedebatkan pententangan para kaum yang juga merenungkan waktu. Boleh saja, kaum realis yang angkuh dengan rasionalitas itu melihatnya dari fisik belaka. Ataukah kaum idealistic yang dianggap irrasional itu, menatapnya dari metafisika. Kaum Rasionalis percaya bahwa pikiran adalah kekuatan yang paling kuat dari manusia dan mampu memahami segala sesuatu di dunia, sedangkan irasionalis mempertimbangkan dunia, termasuk waktu, sebagai sesuatu di luar kemampuan pikiran. Menurut Idealis, tidak ada yang terlepas dari pikiran, termasuk waktu. Oleh karena itu, Idealis percaya bahwa waktu dirancang bangun dalam pikiran dan tidak memiliki eksistensi terpisah darinya. Peresapan tentang sang waktu menjadi penting diperi kehidupan sehari-hari, ketika setiap orang membutuhkan informasi untuk mengantisipasi peristiwa-peristiwa besar seperti banjir dan waktu panen. Para pemeluk teguh agama terus berupaya menganggap sang waktu sebagai lingkaran tanpa awal atau akhir, ada juga yang menganggapnya sebagai linier dengan eksistensi pada masa lalu dan masa depan yang tiada berbatas, dan ada pula yang menganggapnya sebagai imajiner karena eksistensi nyata adalah gerakan atau materi fisik belaka. Oh, malam yang penuh romansa, atau pada pagi yang penuh harapan, Siang yang penuh kekuatan, dan senja dalam lazuari kenangan. Kepadanya, sang waktu mencoba menampakkan dirinya dalam bentuknya yang indah, seindah alam dalam kitab kejadiannya yang menjadi anugrah. JKKN, 2013

Tidak ada komentar: