Jumat, 08 Mei 2015

Teater Eksekusi Narkoba

Sebagai seorang peminat teater, terus terang saya kagum pada pentas besar yang telah ditampilkan oleh Presiden Republik Indonesia, dalam repertoar berjudul “Eksekusi Narkoba”. Jokowi telah benar-benar titisan Soekarno dalam memahami “Negara sebagai Teater, Politik sebagai Panggung, Kasus sebagai Naskah dan Diplomasi sebagai Dialog”. Dalam proses ini, ada bebarapa hal penting dalam Teater ini, yakni : 1. Jokowi sedang menegaskan bahwa Narkoba adalah bahaya terbesar kemanusiaan dan peradaban, sehingga harus segera di basmi dan dikurangi hingga suatu penggunaan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. 2. Jokowi sedang menegaskan bahwa siapapun yang “bermain-main” dengan narkoba akan menghadapi hukuman mati, yang sedang dipentaskan sebagai sebuah genre HOROR yang mengerikan dan penuh ketakutan. Kematian yang merupakan peristiwa sehari-hari di masyarakat, setiap menit di jalanan, atau setiap detik di medan-medan perang, di rancang secara dramatis dalam proses yang mendebarkan. Tindakan menunda, memberikan kesempatan untuk melakukan pernikahan, atau bahkan saling peluk, semakin memperkuat kesan dramatis dari peristiwa kematian yang sejatinya merupakan hal sangat lazim di kehidupan kita. “Kullu nafsin jaikatul maut”, sesungguhnya semua yang hidup akan mati, dilupakan sebagai philosofi daur hidup, dan sementara tidak disuarakan dihadapan public. Para guru-guru tasawuf, penghayat kepercayaan dan kaum kebatinan, tidak dilibatkan agar kesan mengerikan dalam kematian semakin menyayat. Televisi-televisi swasata yang notabene berpaham sekuler dan “takut mati” semakin manambah proses eksposisi dari drama itu. 3. Jokowi dengan cerdas membalas tindakan-tindakan arogansi Australia yang sering kali merasa diri lebih tinggi dari bangsa-bangsa di nusantara. Kasus penyadapan yang selama ini mengesankan bahwa mereka tahu seluruh rahasia Negara ini, di test dengan cermat oleh jokowi. Gertakan akan membuka aib pemilu, dijawab lugas dengan semakin mendramatisir duo bali nine. Mereka dibiarkan melalukan tindakan-tindakan “improvisasi” yang justru meneror psikologis bangsa Australia tersebut. Jokowi hendak memberikan kesan pada dunia, Australia tidak punya kekuatan apapun di Indonesia. Dan setelah dihitung-hitung secara ekonomi, ternyata Australia akan mengalami kerugian yang cukup besar bila harus memutuskan diplomasi dengan Indonesia, demikian juga pada sector budaya, pendidikan, dan politik kewilayahan. 4. Jokowi dengan cerdas bertindak pada momentum yang tepat dengan memberikan penundaan pada Mary Jane. Hal ini memberikan kesan bahwa Pemerintah Indonesia sangat mempunyai jiwa kemanusiaan, berperadaban tinggi menjunjung hukum, dan berpihak rakyat jelata yang menjadi korban trafficking. Pembebasan ini sekaligus pula dijadikan upaya untuk membedakan NGO yang idealistic kemanusiaan dan NGO yang merupakan bagian antek-antek asing, yang bernotabene bersuara lantang hanya karena pesanan pihak2 luar. Hal ini awalnya menjadi bahan pertimbangan yang serius, karena para NGO tersebut, ngotot dimenit-menit akhir, justru ketika setelah Jokowi mengkritik Negara-negara utara yang kaya dan PBB di forum KAA. Bagian dari ini juga menjadi upaya untuk memilah para pendukung / relawan yang sejati mencintai bangsanya, dengan pendukung yang sebenarnya memiliki interest pribadi yang kekanak-kanakan. Disisi lain, jokowi juga berkepentingan terhadap kekompakan ASEAN yang merupakan basis pijakan dalam politik internasional. Serta merta Manila bersorak gembira, mengelu-elukan JOKOWI dan menganggap ini adalah anugrah Tuhan, yang jatuh dari tangan Presiden Indonesia. 5. Teater Eksekusi ini menjadikan Indonesia pusat perhatian dunia. Lihatlah para kepala Negara berkepentingan berkomunikasi dengan Jokowi, untuk mendapatkan credit point sebagai pahlawan, untuk mendapatkan simpati rakyatnya masing-masing Seluruh Negara yang hari ini memiliki warga yang menjadi waiting list eksekusi mati berikutnya, akan dengan cermat menghitung ulang hubungan dengan Indonesia. Disinilah Tarik menarik antara wibawa sebuah bangsa dan kepentingan ekonomi politik Global. Dengan bargaining Waiting list yang jumlahnya ratusan orang itu, Pemerintah Indonesia hendak mengatakan. “ ayo sekarang mau apa?”. Tantangan itu, memberikan peringantan agar jangan coba-coba untuk meremehkan Indonesia dipentas politik dunia; Jangan sekali-kali meloloskan narkoba dibandara masing-masing; Jangan coba-coba buat pabrik narkoba di negeri kami; dan Jangan jadikan Indonesia sebagai pasar narkoba dunia. Babak Pertama Teater Eksekusi sudah selesai, semua kameraman dari berbagai penjuru negara, sudah siap-siap pulang kampong, dengan membawa impresi-nya masing-masing. Tarik nafas sebentar, tunggu babak II dengan jumlah pemeran dan kru yang lebih banyak. Wallahu’alam bissawab Jakarta, 29 April 2015

Tidak ada komentar: